Blogger templates

Jumat, 08 April 2016

Deretan Fakta Unik Seputar Penggunaan Aplikasi Mobile di Indonesia

Perkembangan smartphone dan tablet yang sedemikian pesat tidak dimungkiri memicu munculnya beragam aplikasi mobile. Dari mulai layanan chatting seperti WhatsApp, sederetan aplikasi e-commerce, sampai layanan untuk menemukan teman baru.


Pada Kamis (4/7), Baidu memaparkan sejumlah data hasil riset GFK terkait penggunaan aplikasi mobile di Indonesia.


Apa saja yang menarik dari hasil riset tersebut? Berikut adalah penuturan Iwan Setiawan, Marketing Manager Baidu Indonesia, yang berhasil dirangkum Tech in Asia.


Nasib aplikasi lokal


telkomsel gandeng gojek

Meski nama-nama aplikasi dari luar yang masuk ke Indonesia masih mendominasi, namun untuk urusan belanja online masyarakat sudah mulai melirik aplikasi dari e-commerce dalam negeri. Bukalapak dan Tokopedia masuk lima besar aplikasi belanja yang diminati responden.


Dari ranah lain seperti Money Management ada nama Uangku, dan pada News & Information ada aplikasi konten agregator BaBe.


Lalu di kategori transportasi, ada GO-JEK yang sukses menjadi aplikasi paling diminati dengan 21,6 persen pengguna. Angka ini jauh meninggalkan Grab yang hanya enam persen saja, dan UBER dengan tingkat unduhan yang bahkan kurang dari satu persen.


Apa penyebab aplikasi dari luar yang datang ke Indonesia masih diminati? Iwan mengatakan bila karakter orang Indonesia cenderung lebih menyukai layanan yang sudah “jadi” dan minim bug.


Kebanyakan aplikasi lokal masih terbentur masalah sumber daya manusia, pekerjaan teknis yang merangkap non-teknis, serta tidak mendapat ruang publikasi yang cukup di toko aplikasi. Bila ada produk yang cukup bagus, terkadang belum siap dengan adanya user yang membeludak.



Sebagai contohnya, Iwan mengatakan cukup banyak startup membuat aplikasi tapi tim developer dan marketing-nya sama. “Skillset keduanya padahal jauh berbeda,” ujarnya.


Bloatware cukup “diminati”


Bloatware | Image

Meski banyak orang mengeluhkan kinerja smartphone menjadi berat karena banyaknya bloatware pada perangkat mereka, ternyata cukup banyak orang yang masih menikmati aplikasi pre-installed ini. Sebagai contoh pada kategori toko aplikasi, S Suggest milik Samsung terbukti diminati 23 persen responden.


Pada kategori Cloud dan Storage, aplikasi bawaan Asus, AiCloud pada seri ZenFone dan ZenPad mereka, juga terbukti mampu memikat pengguna dengan masuk ke lima besar aplikasi favorit mengalahkan Google Photos dan 4Shared. Pun dalam kategori Lifestyle, Galaxy Gift dengan berbagai promo diskon untuk pengguna perangkat Samsung Galaxy juga masih diminati.


Aplikasi dari dua vendor smartphone Oppo Weather dan Lenovo Weather bahkan berturut-turut menempati posisi teratas dari hasil survei untuk kategori Weather. Jadi apakah memang masyarakat Indonesia merasa terbantu dengan bloatware? Iwan sendiri menilai bila ini adalah cerminan dari penjualan atau populernya sebuah perangkat.


Kebanyakan smartphone kan memiliki aplikasi bawaan. Nah bila angkanya tinggi, itu merupakan salah satu indikator smartphone-nya laku di pasaran.



Meski begitu Iwan juga tidak menampik bila cukup banyak masyarakat yang tidak berdaya dengan aplikasi pre-installed seperti ini. “Ya kalau tidak bisa di-non-aktifkan mereka mungkin pasrah saja,” ujarnya seraya tertawa.


In-App Purchase berpotensi naik daun


In-App-Purchase | Image

Di tahun 2015 pengguna aplikasi berbayar masih lebih tinggi ketimbang mereka yang memilih In-App Purchase (IAP). Namun mulai tahun ini, diprediksi IAP cenderung akan menggeser aplikasi berbayar.


“Masyarakat Indonesia itu tetap lebih memilih yang gratis, kalau tahun lalu peminat IAP masih 2,8 persen saja, tahun ini diprediksi bisa mencapai 3,9 persen. Angka tersebut akan terus naik ke tingkat yang lebih tinggi lagi di tahun-tahun mendatang,” ujar Iwan.


Lebih lanjut mengenai IAP, dari tujuh persen penggunanya di Indonesia, sistem ini mampu memberikan pemasukan yang cukup signifikan untuk aplikasi mobile. “Memang persentasenya kecil, namun pemasukan yang didapat bisa mencapai Rp1,2 miliar dalam setahun,” ujar Iwan.


IAP sendiri terbagi menjadi dua kategori, yaitu IAP yang gratis dan berbayar. “IAP gratis contohnya adalah memberikan pengguna keuntungan ekstra setelah memberikan share atau reference. Peminat IAP gratis tentu jauh lebih tinggi ketimbang yang berbayar,” tambahnya.


Lalu apakah ini berarti developer juga harus mengintegrasikan sistem IAP gratis ini agar mampu bertahan di tengah persaingan? Iwan memberikan sejumlah masukan terkait hal ini.


Sistem IAP gratis ini harus lebih kreatif lagi bila ingin lebih diminati. Contohnya bukan hanya poin yang didapat pengguna, tapi juga online-to-offline. Misal poin yang bisa ditukar voucer belanja atau makanan.



Bicara mengenai strategi beriklan, Iwan mengatakan bila native advertisement akan semakin populer di aplikasi mobile. “Yang jelas jangan hard selling bila ingin efektif. Buatlah seolah-olah iklan tersebut merupakan bagian konten dari aplikasi tersebut,” tutupnya.


Baca juga: Mampukah Smartphone BlackBerry Bertahan Tanpa Dukungan Facebook dan WhatsApp?
(Diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah; sumber gambar 1, 2, 3)


The post Deretan Fakta Unik Seputar Penggunaan Aplikasi Mobile di Indonesia appeared first on Tech in Asia Indonesia.





sumber:

0 komentar:

Posting Komentar