Banyak pihak yang mengharapkan perkembangan e-commerce di Indonesia akan semakin maju. Harapan tersebut salah satunya dipicu oleh proyeksi pemerintah yang meyakini bahwa volume transaksi e-commerce di Indonesia akan menyentuh nilai US$130 miliar (sekitar Rp1,69 kuadriliun) pada tahun 2020). Proyeksi tersebut baru menyentuh angka US$12 miliar (sekitar Rp156 triliun) pada tahun 2014. Pada tahun 2015, dikabarkan nilainya berada di kisaran angka US$18 miliar (sekitar Rp234 triliun).
Sebenarnya, bagaimana cara Indonesia untuk dapat meningkatkan pertumbuhan transaksi e-commerce hingga tujuh kali lipat hanya dalam kurun waktu empat tahun?
Portal berita Borderless News baru-baru ini merilis video wawancara dengan Menkominfo Indonesia, Rudiantara, dan bertanya langsung kepadanya perihal pertanyaan tersebut.
Kamu dapat menonton wawancaranya di sini. Video tersebut dirilis per segmen, sehingga versi penuhnya belum bisa kamu saksikan secara online.
Tugas yang menumpuk
Versi singkat dari penuturan Rudiantara dalam wawancara tersebut kira-kira bisa diartikan seperti ini: Kami tidak yakin; banyak hal yang yang harus diselesaikan agar proyeksi ini dapat tercapai.
“Beberapa hal yang perlu dicari penyelesaiannya adalah masalah perpajakan dan pendanaan, logistik, sumber daya manusia, infrastruktur, serta keamanan siber,” ujar Rudiantara.
Ia tak membeberkan jawaban rinci mengenai rencananya untuk dapat meraih target US$130 miliar tersebut, meski si pewawancara terlihat berusaha mendesaknya. Ia hanya menyoroti perkembangan umum yang terjadi di Indonesia, seperti “bonus demografi”—meningkatnya populasi produktif di Indonesia yang dapat berimbas pada naiknya tingkat konsumsi—dan perubahan gaya hidup.
Menarik untuk mencermati indikator ekonomi seperti apa yang dipertimbangkan pemerintah dalam menyatakan prediksinya, dan data seperti apa yang digunakan untuk mengalkulasi volume transaksi e-commerce.
Statistica, misalnya, punya proyeksi tersendiri mengenai perkembangan e-commerce di Indonesia. Prediksi mereka untuk tahun 2020 jauh lebih rendah: hanya US$16,4 miliar (sekitar Rp213,4 triliun). Portal statistik tersebut mempersempit hasilnya dengan mengatakan bahwa mereka hanya mempertimbangkan penjualan online produk fisik, dan tidak menyertakan penjualan dari merchant kecil atau individu. Hal ini menjelaskan mengapa terdapat perbedaan yang terpaut jauh dalam prediksi mereka dengan pemerintah.
Kendati Rudiantara tidak menjelaskan secara gamblang mengenai perhitungan nilai US$130 miliar, namun ia menguraikan dua rincian menarik mengenai rencana e-commerce di Indonesia.
Technology board dan dana pinjaman bagi startup
Hal pertama adalah adanya peluang keterlibatan pemerintah dalam urusan pendanaan startup. Beberapa waktu lalu, rencana pemerintah untuk mendukung pendanaan VC sempat kandas. Namun kini Rudiantara mengatakan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk “memberikan subsidi pinjaman mikro” bagi startup yang nantinya bisa “dikonversikan menjadi dana VC,” tanpa menjelaskan prosedurnya seperti apa.
Lebih jauh, Rudiantara juga berbicara mengenai diskusinya dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk membuat “technology board,” agar founder dan investor bisa dengan mudah membawa perusahaan mereka ke pasar publik.
Topik ini pernah diungkapkannya dalam beberapa kesempatan, namun dalam wawancara ini Rudiantara menyatakan bahwa technology board ini akan siap terbentuk dalam “satu hingga dua tahun ke depan.”
Terdengar begitu ambisius dan terburu-buru. Siapa yang mau melantai di technology board bursa saham Indonesia? Bukankah pasar modal yang lebih matang, seperti bursa saham Singapura dan Australia, masih lebih mengutamakan perusahaan yang telah mencapai tahap IPO?
Lagipula, Indonesia belum terbukti mampu mengeksekusi rencana semacam ini dalam waktu yang singkat.
Roadmap e-commerce yang telah dibentuk bahkan pernah tertunda beberapa kali. Program dalam roadmap tersebut kini telah selesai dibuat, namun menurut pengetahuan kami, roadmap tersebut masih diproses untuk mendapat persetujuan dari Kemenkumham.
Baca juga: Rudiantara: Pemerintah Tak Ingin Mempersulit Regulasi Startup
(Diterjemahkan oleh Faisal Bosnia Ahmad dan diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah)
The post Rudiantara Optimis Startup di Indonesia Bisa IPO dalam Satu atau Dua Tahun Lagi appeared first on Tech in Asia Indonesia.
sumber:
kesaksian nyata dan kabar baik !!!
BalasHapusNama saya mohammad, saya baru saja menerima pinjaman saya dan telah dipindahkan ke rekening bank saya, beberapa hari yang lalu saya melamar ke Perusahaan Pinjaman Dangote melalui Lady Jane (Ladyjanealice@gmail.com), saya bertanya kepada Lady jane tentang persyaratan Dangote Loan Perusahaan dan wanita jane mengatakan kepada saya bahwa jika saya memiliki semua persyarataan bahwa pinjaman saya akan ditransfer kepada saya tanpa penundaan
Dan percayalah sekarang karena pinjaman rp11milyar saya dengan tingkat bunga 2% untuk bisnis Tambang Batubara saya baru saja disetujui dan dipindahkan ke akun saya, ini adalah mimpi yang akan datang, saya berjanji kepada Lady jane bahwa saya akan mengatakan kepada dunia apakah ini benar? dan saya akan memberitahu dunia sekarang karena ini benar
Anda tidak perlu membayar biayaa pendaftaran, biaya lisensi, mematuhi Perusahaan Pinjaman Dangote dan Anda akan mendapatkan pinjaman Anda
untuk lebih jelasnya hubungi saya via email: mahammadismali234@gmail.comdan hubungi Dangote Loan Company untuk pinjaman Anda sekarang melalui email Dangotegrouploandepartment@gmail.com