Blogger templates

Minggu, 17 April 2016

Kisah di balik Akuisisi Lazada dan Dampaknya bagi Ekosistem Startup di Asia Tenggara

Beberapa hari lalu, Alibaba menumumkan akuisisi terhadap situs e-commerce Lazada. Nilainya sendiri terbilang fantastis, yaitu US$1 miliar (sekitar Rp13,1 triliun).


Tim Tech in Asia melakukan investigasi dan menemukan fakta bila angka investasi tersebut terbagi menjadi dua bagian. Pertama, Alibaba mengucurkan dana sebesar US$500 juta (sekitar Rp6,5 triliun) untuk membeli sebagian besar saham Lazada yang saat itu memiliki nilai valuasi sebesar US$1,5 miliar (sekitar Rp1,9 triliun).


Kemudian sisanya digunakan sebagai investasi baru untuk Lazada, sehingga situs e-commerce ini memiliki valuasi post-money (nilai valuasi setelah mendapat investasi) baru sebesar US$2 mililar (sekitar Rp2,6 triliun).


Perhitungan tersebut bahkan telah dikonfirmasi langsung oleh pihak Rocket Internet. Sebagai referensi lain, pada tahun 2014 nilai valuasi post-money Lazada mencapai US$1,2 miliar (sekitar Rp1,2 triliun).


Hujan investasi Lazada


Samwers brothers 1

Sumber gambar dari Forbes



Sebelum membahas mengapa Alibaba mengakuisisi Lazada, saya akan mengulas sedikit ke belakang tentang sejarah perusahaan ini.


Lazada merupakan situs e-commerce yang dibentuk pada tahun 2012 oleh Samwer besaudara, yaitu Alexander Samwer, Marc Samwer, dan Oliver Samwer. Mereka juga merupakan orang-orang di belakang Rocket Internet.


Situs ini dikenal sebagai kloning dari raksasa e-commerce di Amerika, yaitu Amazon. Sejumlah negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam menjadi basis operasi dari Lazada saat pertama kali diluncurkan.


Hampir setiap tahun Lazada selalu mendapat suntikan dana dari berbagai investor. Mulai dari September 2012, saat Lazada memperoleh investasi dari JP Morgan dengan nilai yang tidak disebutkan jumlahnya. Akan tetapi beberapa rumor mengatakan bahwa investasi tersebut bernilai “lebih dari US$50 juta” (sekitar Rp657 miliar).


Hujan investasi lazada


Dua bulan kemudian, Lazada memperoleh investasi sebesar US$40 juta (sekitar Rp526 miliar) dari Kinnevik, sebuah perusahaan ritel asal Swedia. Tidak berhenti sampai di situ, pada bulan Desember Lazada memperoleh investasi lagi sebesar US$26 juta (sekitar Rp328 miliar) dari Summit Partners, sebuah perusahaan ekuitas swasta di Jerman. Pendanaan ini sekaligus menjadi penutup putaran investasi yang diterima Lazada pada tahun 2012.


Masuk ke tahun 2013, pada bulan Januari, Lazada memperoleh investasi sebesar US$20 juta (sekitar Rp263 miliar) dari Tengelmann, sebuah modal ventura di Jerman. Dengan investasi tersebut, Lazada bisa memperkuat lini bisnis mereka sehingga dapat memberi garansi layanan pengiriman selama dua hari.


Kemudian pada Juni 2013, perusahaan ini mendapatkan investasi dengan nilai yang fantastis, sebesar US$100 juta (sekitar Rp1,3 triliun). Setelah itu mereka meluncurkan aplikasi mobile untuk platform Android dan iOS. Pada bulan Desember 2013, Lazada mendapat investasi tambahan sebesar US$250 juta (sekitar Rp3,2 triliun) dari Tesco PLC, Access Industries, dan investor-investor sebelumnya.


Dengan banyaknya investasi yang diperoleh. Lazada melakukan ekspansi ke negara berikutnya dengan membuka kantor di Singapura pada Mei 2014. Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada November, modal ventura milik pemerintah Singapura, Temasek memberi suntikan dana sebesar US$250 juta ke Lazada (sekitar Rp3,2 triliun). Angka ini merupakan nilai investasi terbesar yang pernah diberikan ke startup teknologi di Asia Tenggara pada masa itu.


Kerugian yang terus membengkak


Lazada burn money

Sumber gambar dari pengguna Flickr Zechariah Judy



Jumlah investasi yang diperoleh Lazada memang sangat banyak. Dari laporan tim data riset kami, total investasi Lazada yang diumumkan ke publik mencapai US$686 juta (sekitar Rp9 triliun). Namun dengan banyaknya investasi yang diperoleh, bukan berarti Lazada tidak kehilangan banyak uang.


Pada tahun 2014, total pegawai Lazada di seluruh Asia Tenggara mencapai 4.000 orang lebih. Jumlahnya sangat banyak karena Lazada juga memiliki pergudangan untuk menyimpan produk-produk yang mereka jual. Jadi kamu bisa membayangkan berapa besar dana yang harus dikeluarkan hanya untuk memberi gaji karyawan perusahaan ini.


Di tahun yang sama, Rocket Internet mengumumkan laporan tahunan dari perusahaan-perusahaan mereka. Dalam sebuah laporan tersebut terungkap bahwa Lazada mengalami kerugian operasional sebesar US$152,5 juta (sekitar Rp2 triliun) . Dua kali lipat dari total kerugian yang diperoleh pada tahun 2013, yang mencapai US$67 juta (sekitar Rp881 miliar).


Lazada report


Lazada berhasil memperoleh pemasukan sebesar US$154,3 juta (sekitar Rp2 triliun) di tahun 2014. Jumlah tersebut hampir sama dengan angka kerugian operasional yang dikeluarkan oleh perusahaan ini. Pada tahun berikutnya, Lazada mencatatkan peningkatan yang signifikan dengan total pendapatan bersih yang mencapai US$275 juta (sekitar Rp2 triliun).


Namun, angka tersebut harus dibayar Lazada dengan besarnya kerugian operasional perusahaan ini. Di tahun 2015, total kerugian operasional Lazada mencapai US$334 juta (sekitar Rp4,3 triliun). Ini artinya, dua kali lebih banyak dari total kerugian operasional pada tahun sebelumnya. Bahkan jumlah tersebut melebihi total pendapatan bersih yang diperoleh Lazada.


Kerugian opersional yang menimpa Lazada memang sangat besar. Akan tetapi hal ini selaras dengan pertumbuhan performa dari perusahaan. Nilai total transaksi di Lazada pada 2015 mencapai US$1 miliar (sekitar Rp13,1 triliun) lebih. Tiga kali lebih tinggi dari apa yang dicapai Lazada pada tahun 2014.


Baca juga: Chope Masuki Indonesia dengan Akuisisi Layanan Reservasi Restoran MakanLuar


”Dijodohkan” investor


Jack Ma

Sumber gambar dari pengguna Flickr Asia Society



Keputusan Alibaba mengakuisisi Lazada bukanlah kebetulan semata. Raksasa e-commerce asal Cina ini bahkan telah melakukan ekspansi ke Indonesia dengan meluncurkan Aliexpress. Lalu mengapa Alibaba memutuskan untuk mengakuisisi Lazada?


Usut punya usut, akuisisi tersebut terjadi karena adanya peran serta dari sang investor yang secara tidak langsung “menjodohkan” kedua perusahaan. Temasek yang merupakan modal ventura dari pemerintah Singapura, adalah investor dari dua perusahaan tersebut. Sebelumnya Alibaba pernah mendapat investasi sebesar US$37 juta (sekitar Rp486 miliar) dari Temasek pada tahun 2011. Kemudian modal ventura ini juga memberi investasi ke Lazada pada tahun 2014.


Temasek Singapore


Meski begitu, ada sejumlah alasan Alibaba mengakuisisi Lazada. Faktor lain yang membuat Lazada tidak mempunyai pilihan adalah karena perusahaan ini sudah hampir kehabisan dana untuk tetap bisa beroperasi. Selain itu, pada tahun 2015 Lazada tidak memperoleh putaran investasi sama sekali. “Kondisi tersebut membuat semua orang (tim Lazada) menjadi tegang,” ungkap salah satu sumber terpercaya yang berkaitan dengan akuisisi ini.


Hingga akhirnya, sebuah sumber mengatakan “Pada Januari 2016, Lazada dan Alibaba menandatangani sebuah perjanjian kontrak dan dengan proses due-diligence (proses analisis sebuah perusahaan) telah selesai dilakukan minggu lalu. Setiap investor awal, semua co-founder, dan tim manajemen Lazada saat ini memiliki opsi untuk menjual 43,83 persen saham mereka, terkecuali Temasek yang memiliki opsi untuk tidak menjual sahamnya.”


Kemudian bagi setiap staf yang menjual 48,83 persen saham mereka ke Alibaba. Akan diberikan opsi “four-golden handcuff period” yang berarti mereka akan mendapatkan gaji yang lebih besar apabila tetap bekerja di sana.


Potensi besar di Asia Tenggara


Asia Tenggara

Sumber gambar dari pengguna Flickr Daniel Oines



Bagaimanapun akuisisi tersebut telah membuktikan kepada AS dan banyak investor lainnya, bahwa wilayah dengan total penduduk lebih dari 600 juta orang ini memiliki potensi yang sangat besar.


Hal lain yang patut digarisbawahi adalah ini merupakan suatu bukti bahwa perusahaan-perusahaan Cina telah memiliki minat untuk masuk dan melakukan investasi di Asia Tenggara. Artinya, semakin banyak celah untuk mendirikan lebih banyak startup teknologi di kawasan ini.


(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)


The post Kisah di balik Akuisisi Lazada dan Dampaknya bagi Ekosistem Startup di Asia Tenggara appeared first on Tech in Asia Indonesia.





sumber:

0 komentar:

Posting Komentar