“Konten adalah Raja.” Ucapan tersebut pertama kali dituliskan oleh Bill Gates pada artikel yang berjudul sama. Kini, setelah dua puluh tahun sejak artikel tersebut ditulis, ramalan sang punggawa Microsoft tersebut terbukti benar. Content marketing telah menjadi solusi efektif untuk para brand dan perusahaan dalam mempromosikan diri mereka.
Seiring dengan perkembangan content marketing di Indonesia, ada dua buzzword yang cukup ramai dibicarakan di kalangan brand dan marketer—kedua kata tersebut adalah sponsored content (konten bersponsor) dan native advertising. Kedua istilah ini sering sekali tertukar satu sama lain karena kemiripan bentuknya.
Walau keduanya sama-sama mengadopsi bentuk native—yang dibuat sesuai dengan konten yang ada dalam sebuah situs web—tetapi keduanya ternyata berbeda. Apa saja perbedaannya? Mari kita simak dalam artikel ini.
Meyakinkan atau menginformasikan?
Pada dasarnya, Native ad dan konten bersponsor memiliki bentuk yang sama, yakni materi promosi yang “menyamar” di antara konten dalam situs web atau blog. Keduanya sama-sama tidak mengganggu user experience. Yang membedakan adalah cara native ad dan konten bersponsor menyampaikan informasi.
Native ad adalah advertorial di era digital. Native ad dapat berbentuk apapun—banner ad, artikel, konten multimedia, dan bentuk lainnya. Native ad menyampaikan pesan promosinya lewat konten yang berusaha untuk meyakinkan konsumen untuk melakukan sesuatu—membeli produk mereka, sebagai contoh.
Menurut Contently, konsumen lebih cenderung untuk melihat native ad ketimbang menyimak bentuk lain iklan seperti banner ad. Ini membuktikan bahwa iklan berbentuk banner ad kini sudah mulai diacuhkan oleh para pembaca.
Mereka lebih senang melihat native ad yang relevan dengan apa yang mereka cari, daripada harus terganggu oleh tampilan banner ad atau pop-up yang seringkali tidak nyambung dengan artikel yang mereka baca.
Walaupun native ad sekilas dapat berbentuk seperti artikel, tetapi tujuan utamanya adalah mempromosikan brand atau produk, bukan memberikan informasi yang akan berguna untuk pembaca secara umum. Inilah yang membedakannya dengan konten bersponsor.
Dalam penyajiannya, native ad umumnya menggunakan:
- Advertorial: Biasanya berupa blog dan artikel yang dituliskan untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang hal tertentu. Yang perlu diingat di sini adalah tujuan utama penulisannya—meyakinkan pembaca untuk membeli produk atau jasa.
- Call-to-action: Ini dapat berupa tautan atau ajakan untuk registrasi ke situs suatu brand. Ini dilakukan untuk semakin meyakinkan pembaca untuk membeli produk atau jasa mereka. Dengan advertorial dan call-to-action yang kuat, brand akan memberikan informasi tentang produk maupun jasa mereka kepada pelanggan, serta manfaat apa saja yang akan pelanggan dapat dengan membelinya.
- Video dan gambar: Konten yang digunakan akan cenderung ke arah brand yang dipromosikan. Sebagai contoh: Ketika mempromosikan sirup, brand akan menunjukkan seseorang yang tampak merasakan kepuasan tersendiri saat mengonsumsi sirup tersebut. Sekali lagi, tujuan utama native ad adalah untuk meyakinkan konsumen.
Informatif, kredibel, dan berguna
Lain halnya dengan native ad secara umum, konten bersponsor adalah salah satu bentuk dari native ad yang dalam penyajiannya lebih informatif, kredibel, serta memberikan nilai tambah tersendiri bagi pembaca.
Seringkali istilah konten bersponsor disamakan dengan native ad, hal ini tidak sepenuhnya benar. Konten bersponsor sudah pasti adalah native ad, sementara native ad belum tentu hanya konten bersponsor. Kamu bingung? Jangan dulu.
Konten bersponsor tidak selalu bersifat promosi. Faktanya, konten bersponsor justru dibuat oleh media yang bekerja sama dengan brand untuk menghadirkan informasi yang biasanya tidak ditemukan pada artikel atau konten—seperti data riset internal perusahaan. Strategi ini dilakukan untuk memosisikan brand atau perusahaan sebagai pakar dalam industri mereka.
Sebagai contoh, artikel yang membahas tentang perilaku konsumen smartphone di Indonesia yang disponsori oleh Baidu. Artikel ini bersifat konten bersponsor yang juga adalah native ad. Ketika kamu mencoba untuk mencari keyword “membuat website sendiri” di Google, akan muncul beberapa suguhan tautan yang memiliki tanda “Ad” di depannya. Kumpulan tautan tersebut bersifat native ad, tetapi tidak termasuk dalam konten bersponsor.
Mana yang lebih tepat untuk brand?
Mengetahui perbedaan antara native ad dan konten bersponsor sangatlah penting untuk dapat menyajikan konten yang cocok untuk brand. Ketika pesan yang tersampaikan secara optimal, maka tujuan marketing kamu akan tercapai.
Ingin membuat konten dengan call-to-action yang kuat? Buatlah artikel yang bernada native ad. Ingin memberikan informasi yang berguna kepada pembaca sekaligus berpromosi? Konten bersponsor adalah jawabannya.
Konsumen lebih memercayai konten editorial ketimbang iklan biasa, inilah yang membuat konten bersponsor lebih dipercaya. Konten bersponsor memiliki goal jangka panjang, di mana secara perlahan konsumen akan melihat brand sebagai entitas yang kredibel, ototitatif, dan terpercaya. Sementara native ad dapat bekerja dengan baik apabila brand hanya menginginkan peningkatan penjualan dalam waktu yang singkat.
(Diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah)
The post Mengenal Perbedaan Antara Native Ad dengan Konten Bersponsor appeared first on Tech in Asia Indonesia.
sumber:
0 komentar:
Posting Komentar