Sekitar dua tahun yang lalu, Andreas Senjaya mempresentasikan iGrow di kompetisi pitching Arena, yang merupakan rangkaian dari Tech in Asia Conference (pada saat itu masih bernama Startup Asia 2014). Lulusan Universitas Indonesia yang akrab disapa Jay tersebut akhirnya tampil sebagai pemenang.
Pada tahun 2015, Jay kembali mengikuti sebuah kompetisi startup internasional yang bernama Startup Istanbul, dan berhasil menjadi juara kedua. Berkat prestasi tersebut, ia pun dilirik oleh Forbes yang menyebut iGrow sebagai “FarmVille di dunia nyata”.
Seolah tak cukup dengan kesuksesan-kesuksesan itu, di tahun 2016 ini Jay pun berhasil masuk ke dalam akselerator yang dibuat oleh 500 Startups di San Fransisco. TechCrunch bahkan memasukkan iGrow ke dalam daftar 11 startup pilihan dari total 40 startup yang mengikuti akselerator tersebut.
Bagaimana sebenarnya seorang Jay bisa sukses membangun iGrow hingga sekarang? Jay menjawab pertanyaan itu ketika ia menjadi pembicara di acara SummerCamp Fasilkom UI 2016 yang berlangsung pada tanggal 13 Juni 2016 lalu. Dalam kesempatan tersebut, ia menceritakan perjalanannya membawa iGrow ke San Fransisco, hingga bagaimana seharusnya sikap seorang founder ketika membangun startup.
Perjalanan di pusat ekosistem startup dunia
Kesempatan untuk mengikuti akselerator 500 Startups diakui Jay datang secara tidak sengaja. “Setelah menjadi juara kedua di kompetisi Startup Istanbul, kami langsung mendapat tawaran untuk mengikuti akselerator tersebut,” tutur Jay.
Selama mengikuti akselerator tersebut, Jay dan tim iGrow harus menetap selama empat hingga lima bulan di San Fransisco. Sebagai peserta, iGrow berhak mendapat investasi sebesar US$100 ribu (sekitar Rp1,3 miliar), yang ditukar dengan kepemilikan saham sebesar lima persen untuk 500 Startups.
Menurut Jay, ia menerima tawaran untuk mengikuti akselerator tersebut karena merasa kalau Silicon Valley merupakan ekosistem startup terbaik di dunia. “Dengan mengetahui kondisi yang ideal, saya berharap bisa membawa ekosistem startup Indonesia ke kondisi tersebut,” jelas Jay.
Simak ulasan mengenai rahasia sukses startup Silicon Valley di sini
Seorang founder startup di Silicon Valley, menurut Jay, merasakan banyak sekali kemudahan. “Mulai dari para VC yang sangat mudah mengeluarkan uang, akselerator yang jumlahnya begitu banyak, serta masyarakat yang memang sudah siap untuk menggunakan teknologi-teknologi baru. Sementara kita di Indonesia masih berusaha untuk bergerak ke sana,” ujar Jay.
Selain itu, Jay pun mengakui kalau ia bisa memperluas jaringan dengan mengikuti akselerator tersebut. Oleh karena itu, ia menyarankan para founder startup di Indonesia untuk juga mengikuti akselerator serupa yang ada di tanah air.
Tidak perlu “nafsu” mengejar investor
Selain menjadi CEO di iGrow, Jay sebenarnya juga memimpin sebuah perusahaan developer yang bernama Badr Interactive. Namun mengingat iGrow kini sudah semakin besar, ia akhirnya memutuskan untuk melepaskan posisinya di Badr Interactive. “Saat ini sudah ada stakeholder di iGrow, sehingga tanggung jawabnya jadi lebih besar,” jelas Jay.
iGrow sendiri merupakan sebuah platform yang bisa menghubungkan para petani, pemilik lahan, dan orang-orang yang ingin berinvestasi di bisnis pertanian. Menurut Jay, iGrow ingin memanfaatkan sebanyak mungkin lahan yang tidak terpakai di seluruh dunia agar bisa digunakan untuk menanam tumbuhan. “Bahkan kami juga ingin memanfaatkan lahan-lahan kosong yang ada di halaman belakang rumah kalian,” tutur Jay.
Saat ini, total lahan yang telah dimanfaatkan oleh iGrow sudah mencapai 1.197 hektar, dengan 4.613 orang telah melakukan investasi di platform tersebut. Bisnis yang dijalankan iGrow saat ini pun diklaim sudah bisa meraih keuntungan.
Apa saja yang harus dipersiapkan sebelum bertemu dengan investor? Simak ulasannya di sini
Mungkin hal itulah yang menjadi alasan Jay untuk tidak terlalu ngotot mencari investor. “Kami menginginkan investor yang punya kecocokan dengan kami. Mereka tidak hanya punya uang, tapi juga punya pengetahuan, serta prinsip-prinsip yang sama dengan kami,” ujar Jay.
Menurut Jay, investasi hanya berfungsi untuk mempercepat waktu pertumbuhan sebuah startup, yang kemudian harus ditukar dengan sejumlah saham. Oleh karena itu, seharusnya sebuah startup baru mencari investasi ketika mereka telah sangat siap, agar nantinya tidak mudah dikendalikan oleh para investor. “Jika sebaliknya, maka nilai tawar startup tersebut di hadapan investor akan jadi sangat rendah,” ujar Jay.
Lebih baik bekerja atau membangun startup?
Beberapa orang ada yang bingung menentukan pilihan, antara ingin bekerja di perusahaan besar atau membangun startup. Menurut Jay, dengan bertanya seperti itu, orang tersebut secara tidak langsung mengakui kalau ia tidak siap untuk menjalani pilihan yang kedua. “Steve Blank pernah mengatakan kalau apabila ada seseorang yang bertanya seperti itu, maka sebenarnya kehidupan startup bukan untuk mereka,” ujar Jay.
Bagi yang sudah mantap ingin menjadi founder startup, Jay menyarankan untuk segera menentukan empat hal, yaitu masalah yang akan diatasi, solusi yang ingin dibuat, siapa konsumen yang akan diincar, dan bagaimana model bisnis yang ingin dijalankan. “Jangan sekali-sekali menggunakan asumsi pribadi dalam menentukan hal-hal tersebut. Selalu lakukan verifikasi di dunia nyata,” jelas Jay.
Jay pun tidak menyarankan para mahasiswa untuk berhenti kuliah demi menjadi founder startup. Ia justru menganjurkan mereka untuk melakukan validasi ide selama kuliah, dan baru menjalankan startup secara full-time setelah lulus.
“Memang ada beberapa entrepreneur yang putus kuliah dan sukses memimpin sebuah startup. Namun kasus tersebut sangatlah langka, dan biasanya mereka baru akan berhenti kuliah ketika startup yang mereka bangun sudah menunjukkan perkembangan yang berarti,” ujar Jay.
The post Pesan Andreas “Jay” Senjaya yang Sukses Membawa iGrow Berjaya di Dunia appeared first on Tech in Asia Indonesia.
sumber:
0 komentar:
Posting Komentar