Sepertinya sudah menjadi kebiasaan tersendiri bagi saya untuk mengawali Artistalk yang semakin tidak jelas jadwalnya dengan kalimat “sudah cukup lama semenjak terakhir kali saya menyajikan kamu dengan segmen ini.” Pernyataan itu benar adanya karena terakhir kali saya menyajikan kamu semua dengan seri artikel ini adalah bulan Desember 2015 kemarin.
Pada kesempatan kali ini saya mewawancarai Viananda Andrias, seorang artis dari Nightspade yang berbasiskan di Bandung. Kira-kira bagaimana kisah pemuda dari Kota Kembang ini? Cek langsung di bawah.
Halo Vian, bisa cerita sedikit tentang siapa kamu ke para pembaca?
Halo, nama saya Viananda Andrias, biasa disapa Vian. Saya adalah seorang artis 2D/3D merangkap creative director di sebuah studio game Indonesia yang bernama NIGHTSPADE. Spesialisasi saya adalah berkarya melalui media visual dalam bentuk ilustrasi digital dan lettering.
Boleh cerita bagaimana kamu bisa jadi seorang ilustrator profesional?
Saat masih kecil, saya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Mulai dari baca komik, menggambar, main game, hingga nonton serial kartun di hari Minggu. Dulu saya tidak pernah tahu kalau menggambar pun ada lesnya, jadi saya belajar menggambar dengan meniru apa yang saya temukan pada komik dan majalah.
Selama duduk di bangku sekolah, setiap ada sisi kosong dari buku tulis maupun cetak, pasti saya penuhi dengan coretan gambar. Kadang panik sendiri kalo buku-buku itu mesti dikumpulkan buat dinilai soalnya kalo ketahuan guru pasti kena omel. ^ ^;
Menjelang kelulusan SMA, saya sempat terpikir untuk melanjutkan kuliah di jurusan Komunikasi. Saya baru menemukan ada Fakultas Seni Rupa dan Desain pada detik-detik terakhir penutupan pendaftaran kuliah. Otomatis, saya langsung banting setir dan mendaftarkan diri.
Sejujurnya, saya tidak pernah punya niat khusus untuk menjadi seorang ilustrator. Bahkan pada awalnya, saya tidak tidak tahu bahwa profesi tersebut adalah sebuah pilihan karier. Bagi saya, menggambar adalah suatu hal yang saya gemari dan akan terus saya lakukan dengan ataupun tanpa menambah penghasilan.
Bagaimana kamu bisa terjun ke industri game?
Proyek Tugas Akhir (TA) semasa kuliah kebetulan berhubungan dengan video game. Saya bersama dua orang teman lainnya dari jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) memutuskan untuk membuat proyek TA terintegrasi. Temanya adalah “Pelestarian 3 Satwa Langka di Indonesia” yaitu Elang Jawa, Komodo, dan Arwana Merah.
Dalam proyek ini, saya sebagai mahasiswa sub jurusan Desain Grafis bertugas untuk membuat concept art secara keseluruhan. Sedangkan dua orang teman lainnya, Sakina Fathiani sebagai mahasiswa sub jurusan Multimedia dan Animasi bertugas mengerjakan playable prototype dan Hasna Tsaniya sebagai mahasiswa sub jurusan Periklanan, menangani kampanye dan strategi marketing dari proyek video game yang kami namai AMAGO, singkatan dari Amazing Animals of the Archipelago. Setelah lulus kuliah, kami bertiga direkrut untuk bergabung bersama NIGHTSPADE.
Boleh tahu game apa saja yang pernah kamu kerjakan, dan apa yang paling berkesan sejauh ini?
Bagi saya, AMAGO merupakan gerbang menuju industri video game. Semenjak saat itu, AMAGO berhasil memenangkan peringkat pertama dalam kategori Mobile Game di acara Indonesia Information and Communication Technology Award 2011 (INAICTA 2011) dan masuk nominasi di acara Asia Pacific Information and Communication Technology Alliance 2011 (APICTA 2011) yang diadakan di Thailand.
Selama bekerja di NIGHTSPADE, saya menangani brand permen lolipop Spanyol, Chupa Chups, menghasilkan dua advergame berjudul Tongue Master dan Give A Dam. Bersama dengan penerbit game asal Amerika Serikat, Gamenauts, kami menghasilkan sebuah game bernama Nuclear Outrun. Sedangkan dengan penerbit asal Jepang, DeNA, kami menghasilkan sebuah game bernama Heroes Unite!
Sambil bekerja, saya melanjutkan sekolah pascasarjana yang diakhiri dengan proyek tesis bernama FABULA, sebuah media storytelling fabel memanfaatkan teknologi motion-tracking untuk anak berusia 4-6 tahun.
Kajian yang saya tulis memberikan saya kesempatan untuk mengikuti riset teknologi di Keio Media Design sekaligus menghadiri International Conference for Asia Digital Art and Design Association 2014 (ADADA 2014) yang bertempat di Akihabara. FABULA pun berhasil meraih juara 2 dalam lomba Intel® RealSense App Challenge 2015.
Namun pengalaman yang paling berkesan sampai saat ini adalah program GameFounders Asia yang saya ikuti tahun lalu. GameFounders mengumpulkan studio game dari berbagai penjuru dunia untuk menjalani rangkaian seminar, mentoring, business coaching, play testing, dan pitch-training selama 3 bulan di Kuala Lumpur.
Cek lebih lanjut soal GameFounders di sini!
Topik yang diulas sangat bervariasi dan menyeluruh, mulai dari resource management dalam sebuah studio, step-by-step dalam proses game design, tips pembuatan prototipe, taktik monetisasi dalam game freemium, marketing dalam video game, dan seterusnya.
Para peserta juga mendapatkan kesempatan untuk berkonsultasi langsung dengan berbagai pakar yang pernah terlibat dalam proses produksi berbagai judul game kelas dunia. Selain itu, peserta juga diberi kesempatan untuk berkunjung sebagai ekshibitor ke Game Developer Conference (GDC China) di Shanghai dan pitching pada event SLUSH di Helsinki.
Bagaimana pandangan kamu tentang industri video game di Indonesia sekarang? Apa harapan kamu ke depannya?
Kalau dari sisi teknis produksi, saya rasa sama sekali tidak ada masalah dengan studio game independen di Indonesia. Menurut saya video game Indonesia sudah siap diadu dengan buatan luar negeri. Sayangnya, kita masih sering melupakan sisi bisnis, manajemen, dan marketing dalam video game. Karena sebagus apapun produk yang dibuat, akan sia-sia kalau tidak ada yang tahu tentang produk tersebut, apalagi untuk membelinya.
Karena industri video game di Indonesia masih sangat muda dan dukungan dari pemerintah masih sangat terbatas, salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh studio game lokal adalah lebih aktif dalam mencari dan mengikuti berbagai pelatihan yang berkaitan dengan industri video game.
Harapan saya ke depan, nantinya akan lebih banyak lagi sesi sharing dan gathering yang diadakan oleh perhimpunan developer game lokal agar dapat mengembangkan industri video game lokal secara bersama-sama.
Selain video game, biasanya kamu mengerjakan ilustrasi untuk media apa lagi?
Selain video game, saya suka membuat ilustrasi fan art dan lettering art, stiker LINE (Slow Life with Alex vol.2), dan sesekali mengambil kerjaan lepas sebagai desainer grafis. Belakangan ini, saya sedang mengerjakan proyek game horor personal berjudul Maghrib.
Biasanya apa yang menjadi inspirasi kamu dalam mengerjakan karya-karyamu?
Apapun bisa menginspirasi saya. Serial TV, film, anime, video game, artikel random yang saya temukan di internet, novel fiksi, karya orang lain, obrolan yang tidak sengaja saya dengar, pengalaman pribadi, dan kombinasi tak terhingga yang tercipta dari gabungan segala hal di atas.
Bagi saya, ilustrasi adalah pekerjaan yang tidak terpisahkan dengan permainan. Untuk menghasilkan karya, saya butuh asupan “konsumsi” karya pula, baik dalam bentuk tulisan, gambar, audio, maupun interaksi.
Punya ilustrator favorit?
Wah banyak! Tapi ada tiga ilustrator yang sedang rutin saya ikuti:
- Emily Carroll, untuk narasi visual dan web comic yang twisted dan creepy,
- Sachin Teng, untuk permainan cropping-slicing-xray yang unik dan penggunaan palet warna yang terbatas tapi selalu tereksekusi dengan baik.
- Adrian Bloch, untuk berbagai macam makhluk fantastis dan teknik pewarnaan yang super colorful.
Demikianlah wawancara saya dengan Viananda Andrias dari Nightspade. Jika kamu ingin melihat karya Vian lebih lanjut, langsung saja kunjungi tautan-tautan yang ada di bawah. Selain itu kamu juga bisa bertanya atau request apapun melalui kolom komentar di bawah.
Sampai di sini dulu segmen Artistalk minggu ini. segmen berikutnya akan hadir … hmm … akan hadir suatu saat nanti! Doakan saja ya. Sampai bertemu di Artistalk berikutnya.
Instagram: vianandrias
Twitter: @vianandrias
Behance: vianandrias
Tumblr: vianandrias
[Artistalk] adalah artikel mingguan di Tech in Asia yang membahas mengenai para artis 2D ataupun artis 3D dari Indonesia yang bekerja di bidang video game. Jika kamu punya kritik atau saran untuk artikel ini, silahkan hubungi fahmi@techinasia.com atau melalui @fahmitsu.
P.S. Jika kamu tertarik untuk mengetahui tentang behind the scene pengembangan game lokal selain dari sudut pandang artis, cek juga seri artikel Devtalk dan Designertalk di Tech in Asia ID.
The post [Artistalk] Berkarya dengan Cara Mengonsumsi Karya Lain – Wawancara dengan Viananda Andrias dari Nightspade appeared first on Tech in Asia Indonesia.
sumber:
0 komentar:
Posting Komentar