Berlokasi di Ayung Resort, sebuah resort cantik di Ubud, Bali, Coworking Unconference Asia (CUASIA), sebuah acara yang mengumpulkan para pegiat co-working space dari seluruh Asia, diselenggarakan untuk kedua kalinya di Bali. Salah satu topik menarik yang dibahas di acara ini adalah mengenai survei tentang tren dan data perkembangan co-working space di dunia, termasuk Indonesia.
Survei tersebut dilakukan oleh Mike LaRosa dari Coworkaholic, sebuah media online yang membahas tentang co-working space, dan Carsten Foertsch dari Deskmag, sebuah majalah yang mengulas tentang co-working space di seluruh dunia.
Keduanya telah melakukan riset tentang perkembangan co-working space di dunia setiap tahun sejak 2012. Dan berikut adalah fakta-fakta menarik tentang tren dan kondisi co-working space di dunia.
Kerja sama antar co-working space
Mike memulai presentasi tentang survei co-working space global dengan menjelaskan tentang tren pada tahun 2016. Tren pertama adalah kerja sama antar co-working space. Tren ini muncul karena banyak orang mulai sadar apabila co-working space merupakan bisnis jangka panjang, seperti mendirikan sebuah hotel. Sehingga kerja sama sangat diperlukan untuk bisa bertahan.
Mike memberikan contoh kerja sama yang dilakukan antara dua co-working space, yaitu Grind dan Verizon. Grind merupakan sebuah co-working space baru di New York. Walau demikian, kerja sama tersebut memungkinkan Grind melakukan ekspansi dengan cepat. Ini dilakukan dengan cara menggunakan tempat-tempat kosong milik Verizon. Timbal balik yang diberikan adalah bagi hasil antara kedua perusahaan.
Hybridization dan specialization
Co-working space tradisional biasanya hanya berupa tempat kerja yang dilengkapi dengan meja dan koneksi internet yang memadai. Namun, konsep tersebut tampaknya sudah berubah. Sejak tahun 2015, sebuah konsep baru dengan tema “hybridization and specialization,” atau disebut juga dengan co-working 2.0, sudah mulai bermunculan.
Sebagai contoh, co-working space dengan konsep hybridization adalah Brooklyn Explore Academy. Pada dasarnya ini adalah tempat penitipan anak. Kini, Brooklyn Explore juga menyediakan sebuah tempat kerja yang bisa disewa dengan tarif $15 (sekitar Rp200.000) per jam. Sehingga orang tua bisa memantau anak-anak mereka sambil bekerja.
Sedangkan contoh co-working space dengan konsep specialization, atau secara khusus menyasar pengguna atau pasar tertentu, adalah NextSpace. Awalnya, NextSpace hanya membuka co-working space untuk bekerja. Kemudian mereka melakukan ekspansi dengan membuka NextKids, tempat khusus yang digunakan untuk menjaga anak-anak.
Munculnya software khusus untuk mengelola co-working space
Dari hasil survei yang telah dilakukan Mike dan Carsten, terdapat sekitar 7.800 co-working space di dunia. Angka tersebut telah menarik minat para developer untuk mengembangkan software khusus untuk mengelola co-working space.
Beberapa software yang telah tersedia bagi pemilik co-working space adalah Cobot, Happy Desk, dan Desktime. Software tersebut telah menyediakan berbagai fitur untuk mengelola pegawai, program, dan juga anggota di tempat tersebut. Ada juga perusahaan yang menyediakan software white label, seperti HubCreate dan Nexudus. Mereka menyediakan software lengkap untuk mengelola ekosistem co-working space.
Potensi bisnis yang baru
Anggota, interior tempat, dan lokasi telah menarik minat bagi sejumlah perusahaan untuk bekerja sama dengan sebuah co-working space.
Salah satu pemain di ranah ini adalah CoActivate Network, sebuah agensi yang mendedikasikan layanan kampanye marketing di co-working space. Proyek yang pernah dilakukan adalah kampanye di sejumlah co-working space dari berbagai kota sekaligus. Sehingga klien mereka, yaitu Freshbook, mendapatkan hasil marketing yang tidak pernah mereka peroleh sebelumnya.
Tidak hanya individu, ada juga keluarga yang memilih hidup sebagai Digital Nomad
Banyak individu yang telah menemukan co-working space menarik, kemudian memutuskan untuk bekerja dari satu tempat co-working ke tempat lainnya. Ini telah menjadi pilihan hidup bagi sejumlah orang yang diteruskan bahkan setelah mereka berkeluarga.
Faktor lain mengapa hal ini menjadi tren adalah karena sejumlah orang ingin mencari keseimbangan antara pekerjaan dan waktu dengan keluarga mereka. Sehingga, dengan membawa serta keluarga, mereka bisa mereka akan mendapat kualitas hidup yang lebih baik.
Coworcation semakin berkembang dan populer
Coworcation merupakan sebuah konsep ketika kamu bisa bekerja dan berlibur di waktu yang bersamaan. Tren ini mulai meningkat, khususnya di perusahaan-perusahaan yang memungkinkan karyawan mereka untuk bekerja secara remote.
Kondisi ini juga telah mendorong penyedia jasa travel untuk mengembangkan paket mereka. Beberapa startup bahkan menyediakan layanan khusus untuk melakukan coworcation, seperti Copass dan Coworking Camp, yang menyediakan paket liburan dan tempat kerja di co-working space.
Baca juga: Kumpulan Co-working Space di Bali yang Bisa Kamu Kunjungi!
Perkembangan jumlah co-working space dan anggotanya
Presentasi selanjutnya dibawakan oleh Carsten mengenai survei kondisi co-working space global. Pertama adalah tentang jumlah co-working space di dunia. Dari hasil survei yang telah dilakukan, pada tahun 2015 terdapat 7.800 co-working space di dunia dengan total anggota mencapai 510.000.
Angka tersebut meningkat menjadi 0.100 co-working space di tahun 2016 dengan total 735.000 anggota. Lalu, pada tahun 2017, jumlah ini diprediksi mengalami peningkatan menjadi 12.700 co-working space dengan total anggota mencapai satu juta.
Kemudian, Carsten menjelaskan tentang jumlah anggota di sebuah co-working space. Berdasarkan hasil riset tersebut, pada tahun 2012 hingga 2013 rata-rata anggota berkisar antara 30 orang. Setahun berikutnya meningkat menjadi 52 orang. Lalu, pada antara tahun 2015 – 2016, jumlah anggotanya meningkat menjadi rata-rata 76 orang.
(Diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah)
The post Bagaimana Tren dan Kondisi Co-working Space di Dunia? appeared first on Tech in Asia Indonesia.
sumber:
0 komentar:
Posting Komentar