Game action stealth dengan sudut pandang third person ini dikembangkan oleh Maximum Games dan dirilis pertengahan Maret lalu. Awalnya Alekhine’s Gun dirancang untuk menjadi kelanjutan dari game Death to Spies 2 yang berlatar Perang Dunia II, tetapi akhirnya muncul dengan judul baru.
Kamu akan berperan sebagai Agent Alekhine, seorang assassin profesional dari Rusia yang bekerja sama dengan CIA saat Perang Dingin. Terjadi ketegangan antara Amerika dengan Uni Soviet, sebagai agen Rusia yang setuju untuk membantu Amerika kamu akan diminta mengumpulkan informasi tentang Nazi, Rusia, dan rencana perang nuklir Uni Sovet.
Kamu tidak akan tahu ke mana Alekhine berpihak hingga akhir misi nantinya. Mungkin Alekhine benar-benar membantu Amerika atau tetap menjadi patriot Rusia yang berusaha menghancurkan intelijen dari dalam CIA. Apakah Alekhine’s Gun dapat menjadi penerus spiritual Death to Spies 2 dengan kesuksesan yang sama? Simak review di bawah ini!
Kisah Agen Rahasia Bermuka Dua
Permainan dimulai dengan cutscene di atas atap bangunan pada November 1963 setelah Presiden Kennedy dibunuh. Seorang laki-laki yang sudah 25 tahun bekerja di CIA ingin mengakhiri hidupnya dengan cara melompat dari atap gedung. Lalu, jalan ceritanya mundur ke beberapa bulan sebelumnya, saat assassin profesional dari Rusia, Semyon Strogov, dengan kode nama Agent Alekhine mulai bekerja sama dengan CIA.
Agent Alekhine awalnya diminta mengeleminasi petinggi Nazi, membakar dokumen penting, dan membebaskan agen intel Amerika yang saat itu ditahan di suatu lokasi tersembunyi dalam penjara Gestapo di markas Nazi. Alekhine dibekali dengan pistol, kloroform, dan garrote (semacam tali yang kuat) untuk menjalankan misinya.
Setelah diam-diam membunuh tentara Nazi yang sedang berjaga, Alekhine dapat mengganti baju seragam dan membaur bersama tentara lainnya. Alekhine harus lebih berhati-hati ketika berada dalam jarak dekat dengan tentara yang pangkatnya lebih tinggi, karena kedoknya akan lebih cepat terbongkar.
Elemen stealth dalam Alekhine’s Gun membuatnya cukup menantang untuk dimainkan. Ditambah adanya latar sejarah dalam game ini membawa saya merasakan atmosfer perang dunia, dan betapa menegangkannya masuk markas Nazi lengkap dengan teriakan “Hail, Hitler!” yang dilontarkan para tentara setiap bertemu komandannya.
Namun, sayangnya jalan cerita yang kuat ini tidak dieksekusi dengan baik oleh Maximum Games. Banyak hal yang cukup mengganggu, terutama adanya bug pada AI musuh. Misalnya ketika Alekhine sudah memakai seragam dan membaur dengan aman, tiba-tiba ada yang menembaki dan berteriak entah dari mana. Bug seperti itu cukup membuat saya kesulitan menamatkan setiap misinya.
Kemampuan Agen Intelijen yang Terbatas
Ada sebelas misi dalam Alekhine’s Gun, sebelum misi dimulai pemain akan diberikan arahan berupa poin-poin dan deskripsi target utamanya. Namun, menurut saya, deskripsi yang panjang ini tidak cukup menjelaskan apa yang harus saya lakukan di tempat ketika misi dimulai. Deskripsi justru lebih menjelaskan latar belakang target ketimbang misi itu sendiri.
Berbeda dari Hitman, pilihan cara Alekhine untuk mengeleminasi target pun terbatas dan semakin lama akan menjadi repetitif. Senjata utama Alekhine sebenarnya adalah tali dan kloroform untuk membius lawan. Tidak sesuai dengan judul game ini, Alekhine’s Gun, di tiap misinya justru penggunaan senjata api sangat minim.
Cara lain untuk mengeleminasi lawan adalah membuatnya seperti kejadian yang tak disengaja, seperti mendorong lawan dari atas tangga dan meracuni minuman yang dipesan target. Untuk menggunakan cara lain ini, pemain harus rajin dan sabar menunggu waktu yang tepat dan mencari alat yang diperlukan. Sayangnya, tidak banyak properti yang bisa digunakan untuk membuat kecelakaan ini.
Alekhine juga memiliki mode Instinct yang membuatnya dapat membaca keadaan, posisi, dan melihat arah musuh berjalan. Mode Instinct ini cukup membantu ketika Alekhine sedang bersembunyi atau menghindar dari kejaran lawan. Namun, entah ada kesalahan teknis atau mode Instict tidak akurat, jika Alekhine ketahuan ia akan ditembaki oleh musuh yang berdatangan tak henti.
Jadi berhati-hatilah, walaupun mode Instict hanya mendeteksi enam musuh, ketika ketahuan bisa jadi tiba-tiba ada puluhan musuh datang menembaki dan mengejarmu sampai manapun. Jika darah Alekhine habis, kamu harus mengulang misinya dari awal jika lupa melakukan save, karena tidak ada fitur auto save di sini.
Setiap akhir misi, pemain akan mendapatkan evaluasi kerja Alekhine, mulai dari kegaduhan yang ditimbulkan, orang yang dieleminasi, dan berapa korban yang ditemukan oleh orang lain. Evaluasi ini menentukan experience point yang didapatkan Alekhine dan nantinya dapat digunakan untuk membeli senjata baru.
Kualitas Grafis Mundur Satu Dekade
Alekhine’s Gun muncul sembilan tahun setelah Death to Spies orisinal dirilis 2007 lalu, tetapi secara visual game ini tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Berbeda dengan grafis indah game stealth action sejenis yang rilis 2016 untuk PC, Alekhine’s Gun justru tampil dalam balutan grafis seperti era PlayStation 2.
Kurangnya kualitas grafis ini bisa dilihat dari animasi Alekhine dan NPC yang tampak kaku dan tidak banyak variasi, objek dan properti dalam area yang masih seperti kubus, pepohonan yang tampak tidak hidup, bayangan yang sering kali tidak mengikuti objek di atasnya, dan tekstur objek dan orang-orang dalam game yang kurang detail.
Semua kendala tersebut ditemukan dalam pengaturan grafis maksimum. Tampaknya memang sepeti inilah visualisasi maksimum yang disajikan dalam Alekhine’s Gun, membuat saya merasa sedang memainkan game Death to Spies hampir satu dekade yang lalu.
Banyak Bug dan Performa yang Belum Optimal
Lebih dari satu kali saya menemukan bug di mana korban yang telah mati tersangkut di tengah-tengah objek seperti gambar di atas. Bahkan saya pernah terpaksa keluar dari game karena Alekhine juga tersangkut di antara bilik toilet. Masalah seperti ini masih diperbaiki oleh Maximum Games dengan menyediakan beberapa update hingga kini, tetapi belum cukup membantu.
Saya juga menemukan masalah performa dalam Alekhine’s Gun. Untuk kualitas gambar seperti di atas, Alekhine’s Gun cukup banyak memakan RAM, proses CPU, dan GPU. Masalah ini tidak hanya terjadi saat berada di area yang ramai objek, bahkan terjadi juga saat mengubah arah kamera. Memainkannya dalam tiga jam saja bisa jadi terasa sangat berat hingga FPS turun drastis.
Cutscene di setiap awal misi Alekhine’s Gun juga tampak kurang menarik, dibuat dengan gaya sketsa hitam putih seperti slide presentasi dan pengisi suara yang kurang fasih dalam berdialog. Saya tidak merasakan emosi apapun saat cutscene berjalan, Justru terkadang saya ingin sekali melewatkan cutscene, padahal cerita di dalamnya sangat penting.
Kesimpulan
Alekhine’s Gun belum bisa mengulang kesuksesan Death to Spies atau menandingi game stealth sejenisnya seperti Hitman yang dirilis bersamaan. Masih banyak kekurangan yang ada dalam game ini, terutama pada kualitas grafis, audio, dan bug yang sangat mengganggu jalannya permainan.
Jalan cerita dalam game ini sangat kuat dan terasa orisinal dengan latar sejarah Perang Dingin, sayangnya masih belum dieksekusi secara maksimal. Alekhine’s Gun bukanlah game yang sangat buruk, tetapi saya tidak bisa merekomendasikannya jika masih banyak bug di dalamnya.
Jika kamu masih tertarik untuk mencoba jadi agen intelijen Rusia yang bekerja sama dengan CIA, Alekhine’s Gun bisa didapatkan di Steam seharga Rp269.999. Saya harap Maximum Games dapat segera memberikan update besar untuk menghilangkan bug dalam Alekhine’s Gun, sehingga permainan dan jalan ceritanya bisa dinikmati secara maksimal.
PlayStation Store Link (US): Alekhine’s Gun, US$49,99 (sekitar Rp656.000)
Xbox Store Link: Alekhine’s Gun, US$49,99 (sekitar Rp656.000)
The post Review Alekhine’s Gun – Eksekusi Tak Seindah Jalan Cerita appeared first on Tech in Asia Indonesia.
sumber:
0 komentar:
Posting Komentar