Setiap harinya selalu saja ada startup yang gagal. Namun, jika startup yang gagal tersebut berskala besar atau dikenal luas, kegagalan tersebut pantas kita pelajari. Tentu, para analis, venture capitalist, maupun orang-orang dalam punya pendapatnya masing-masing. Namun alangkah baiknya jika kita simak penuturannya langsung dari tangan pertama.
Jadi, inilah dia: Sembilan startup dan alasan mengapa mereka gagal, langsung dari penuturan mereka sendiri. Beberapa startup dalam daftar ini lebih besar dibanding startup lainnya, namun mereka semua berhasil meraih pencapaian impresif—mulai dari memenangkan penghargaan maupun membukukan pendanaan hingga tujuh-digit.
Catatan: Artikel ini terinspirasi oleh tulisan yang dimuat di situs Cina iHema, dan beberapa penuturan dikutip dari daftar diskusi kegagalan startup milik CBInsight. Kendati demikian, sebagian besar isi artikel ini diambil dari arsip kami.
Rdio

Startup apa ini: Layanan streaming musik online yang menyediakan hingga 35 juta lagu.
Kapan startup ini berhenti beroperasi: 2015.
Mengapa mereka gagal: Mantan kepala desainer Rdio, Wilson Milner, menuturkan pada The Verge: Saya pikir Rdio terlalu terburu-buru dalam membentuk bisnis yang berkelanjutan. Kesalahan klasik startup yang terlalu fokus mengejar keuntungan dan ingin menciptakan skala bisnis yang belum sesuai dengan keadaan perusahaannya saat itu.
Hal tersebut justru menjadi duri dalam model bisnis itu sendiri. Disebabkan kerja sama lisensi konten, margin keuntungan kami menjadi sangat sedikit. Sekeras apapun usaha kami, keuntungan paling besar tetap diperoleh label musik. Dalam layanan ini, kamu harus punya dana tak terbatas, karena itulah Spotify mati-matian menggaet sebanyak mungkin pelanggan di seluruh dunia.
Paraplou

Startup apa ini: Situs jual beli busana premium di Indonesia.
Kapan startup ini berhenti beroperasi: 2015.
Mengapa mereka gagal: Mengacu pada pernyataan yang dikemukakan tim dari Paraplou, alasan mereka gulung tikar adalah “pasar busana premium Indonesia yang dirasa belum siap, kondisi keuangan global yang tak menentu dan sulitnya mendapatkan pendanaan.”
Sidecar

Startup apa ini: Kurang lebih seperti Uber.
Kapan startup ini berhenti beroperasi: 2016.
Mengapa startup ini gagal: CEO Sidecar, Sunil Paul, menulis dalam sebuah blog: Kami tak mampu bersaing dengan Uber, perusahaan yang memperoleh pendanaan terbesar dalam sejarah dibandingkan startup lainnya, dan dikenal akan sikapnya yang anti-kompetitif. Sebetulnya kami merasa bahwa kami lebih inovatif dibanding Uber, namun kami gagal bersaing di pasaran. Kami gagal, utamanya, karena Uber rela melakukan segala cara untuk menang dan bisa dikatakan kalau mereka punya dana yang tak terbatas.
Novelsys

Startup apa ini: Startup yang memenangkan penghargaan atas rancangan sistem pengecasan gadget nirkabelnya.
Kapan startup ini berhenti beroperasi: 2016.
Mengapa startup ini gagal: Kenneth Lou, selaku co-founder, pernah menulis artikel khusus di Tech in Asia: “Kami gagal membangun bisnis scalable untuk masuk ke pasar ritel dan bersaing di ranah perangkat keras, seperti Razer, Fitbit, dan Oculus. Kami gagal menemukan segmen pasar yang cocok dengan produk kami.
Pelajaran yang ia petik dari kegagalannya adalah: “Fokus pada masalah yang dihadapi pengguna kamu, bukan berdasarkan asumsi. Serta lakukan riset mendalam sebelum kamu terjun ke pasar yang ingin kamu geluti.”
Zen99

Startup apa ini: Startup yang menyediakan berbagai layanan seperti mengelola keuangan, pajak, serta asuransi bagi pekerja on-demand (misalnya Driver Uber).
Kapan startup ini berhenti beroperasi: 2015.
Mengapa startup ini gagal: CEO dan co-founder, Tristan Zie, menulis di Medium: “Keinginan serta kebutuhan pengembang web sangat berbeda dengan, misalkan, sopir Uber. Sangat sulit untuk menyediakan layanan yang sempurna bagi semua kalangan pekerja. Sedangkan jika kami hanya melayani beberapa kategori pekerja, kami akan sulit memperoleh keuntungan. Namun, justru kesalahan kami adalah karena terlalu berhasrat memperoleh keuntungan yang besar tanpa dibarengi dengan kualitas layanan yang baik.”
Ia juga mengindikasikan bahwa perusahaannya punya isu dalam menggaet pengguna. “Metode akuisisi terbaik menurut saya adalah merambah sekumpulan pekerja yang telah memiliki formulir 1099 (semacam formulir pajak). Seperti pajak penghasilan milik ratusan juta orang yang dikumpulkan oleh Intuit (perusahaan perangkat lunak asal AS yang berkaitan dengan keuangan), banyak di antaranya yang memiliki formulir 1099. Sayangnya, Intuit ikut merilis produk tandingan yang mirip dengan kami. Sangat tidak ideal jika strategi akuisisi kamu adalah bekerja sama dengan perusahaan yang punya produk tandingan yang serupa.”
Abraresto

Startup apa ini: Platform konten makanan terbesar kedua di Indonesia.
Kapan startup ini berhenti beroperasi: 2015.
Mengapa startup ini gagal: “Kami menyadari bahwa kami memerlukan pendanaan tahap awal untuk menggalang putaran pendanaan Seri-A, dan memperoleh pendanaan dari keluarga investor Indonesia lainnya yang ingin menanam investasi pertamanya di sektor teknologi,” ungkap Ankur Mehrotra, CEO Abraresto.
Simak penuturan lengkap Ankur Mehrotra mengenai karamnya Abraresto di sini
Namun, mengacu pada press release terakhir perusahaan tersebut: “Abraresto melakukan perjanjian bisnis dengan salah satu keluarga investor pada awal bulan Mei. Namun, karena satu dua hal, perjanjian tersebut ditunda hingga pertengahan Agustus. Dampaknya, Abraresto gagal menggalang pendanaan dari pihak lain. Dan akibat dari tak sehatnya situasi keuangan tersebut, Abratable Pte. dengan berat hati harus menutup layanannya.”
Alikolo

Startup apa ini: Pasar jual beli online di Indonesia.
Kapan startup ini berhenti beroperasi: 2015.
Mengapa startup ini gagal: Founder Alikolo, Danny Taniwan, menuturkan kisahnya pada Tech in Asia: “Saya melakukan semuanya dengan keliru. Tak seharusnya saya mencoba mendirikan perusahaan sendirian, tanpa bantuan co-founder. Seharusnya saya melakukan riset, membangun perusahaan kecil terlebih dahulu dan memilih bootstrapping. Dan saya menyesal telah membiarkan investor menjadi pemegang saham mayoritas.”
Valadoo

Startup apa ini: Valadoo adalah marketplace travel online asal Indonesia.
Kapan startup ini berhenti beroperasi: 2015.
Mengapa startup ini gagal: Jaka Wiradisuria sebagai co-founder, berujar kepada Tech in Asia: “Saya bersama co-founder yang lain terus mengejar pertumbuhan dan pertumbuhan, namun tak sadar bahwa model bisnis kami tidak sustainable. Ketika saya sadar, semua sudah terlambat […] Menilik ke belakang, kegagalan kami adalah buntut dari rangkaian kesalahan yang terjadi sejak 2010 hingga 2011. Namun, saya tetap harus mengambil keputusan terbaik yang ada saat itu. Mungkin saya terlalu naif, mungkin saya memang tak punya sumber daya untuk mengambil keputusan yang tepat.”
QBotix

Startup apa ini: Startup yang merancang alat penyerap tenaga surya dengan teknologi robot.
Kapan startup ini berhenti beroperasi: 2015
Mengapa startup ini gagal: CEO Qbotix, Mike Miskovsky, menyingkap alasannya kepada Green Tech Media bahwa penyebab gagalnya mereka sama seperti kebanyakan startup:
Masih banyak kisah mengenai startup yang belum mampu meraih kesuksesan, siapa saja mereka?
“Sayangnya, terlepas dari segala penghargaan yang kami terima, kami sudah kehabisan waktu dan uang untuk menyelesaikan pekerjaan kami.”
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris oleh C. Custer. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi. Diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah)
The post Pelajaran yang Bisa Dipetik dari Gagalnya 9 Startup Ini appeared first on Tech in Asia Indonesia.
sumber:
0 komentar:
Posting Komentar