Sebagai salah satu startup dengan pendanaan terbesar di Asia Tenggara, Lazada tentu mempunyai cara khusus dalam meningkatkan kinerja pegawainya. Menjelang perayaan ulang tahun Lazada yang keempat di bulan Maret 2016 ini, Tech in Asia berkesempatan untuk bertemu langsung dengan Magnus Ekbom, CEO Lazada Indonesia, untuk membicarakan hal tersebut.
Dalam suasana yang santai, Magnus menjelaskan bagaimana strategi yang ia terapkan untuk membuat budaya kerja yang baik di Lazada. Tak hanya itu, Magnus juga bercerita panjang lebar tentang tantangan-tantangan yang tengah dihadapi oleh Lazada, dan bagaimana ia berusaha mengatasinya.
Startup berjiwa muda
Mengawali pembicaraan, Magnus bercerita kalau dalam tiga bulan pertama Lazada di Indonesia, mereka hanya memiliki tidak lebih dari 100 karyawan. “Namun saat ini, total karyawan Lazada Indonesia telah mencapai lebih dari 1.000 orang, dari jumlah itu 75 persen di antaranya merupakan anak muda berusia di bawah 30 tahun,” ujar Magnus.
Suasana segar khas anak muda sangat terlihat dari ruangan kerja di Lazada yang hampir tanpa sekat. Hal yang sama kami temui di ruang makan yang penuh warna dan diisi banyak sarana permainan, seperti tenis meja, foosball, dan billiard.
“Saat datang ke Indonesia, kami hanya membawa ide bisnis. Untuk itu kami memberi tantangan kepada para karyawan kami, dan membuat mereka berkembang,” ujar Magnus. Hal itu pun ia lanjutkan dengan berusaha menanamkan rasa kepemilikan pada seluruh karyawan Lazada, dan membuat mereka bangga bekerja di tempat ini.
Bisnis e-commerce yang makin menarik
Demi mendapatkan orang-orang terbaik untuk mereka tempatkan di posisi penting, Lazada mempunyai sebuah program Management Trainee sejak tahun 2013. Mereka membuka pendaftaran di setiap tahunnya, dan memilih beberapa kandidat terbaik untuk bergabung dengan Lazada.
Uniknya, pada tahun 2013 mereka hanya menerima 50 sampai 60 pendaftar. Namun di tahun 2016 ini, dengan publikasi yang tidak terlalu gencar, mereka akhirnya menerima lebih dari 7.000 pendaftar. Padahal tahun ini Lazada hanya bisa menerima 7 orang untuk program tersebut. “Saya kaget, ini artinya kompetisi untuk bergabung dengan Lazada lebih ketat daripada kompetisi untuk masuk Harvard,” ujar Magnus.
Baca juga: Magnus Ekbom dari Lazada Bicara Mengenai E-Commerce dan Strategi Menaklukkan Kompetitor di Indonesia
Para pelamar tersebut pun punya kualitas yang tidak main-main. Mereka datang dari universitas-universitas terbaik tanah air, seperti Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung. “Beberapa di antaranya bahkan punya pengalaman yang hebat, seperti sebagai peneliti panas bumi dan pembuat robot,” ujar Magnus dengan begitu antusias.
Menurutnya, hal ini adalah bukti kalau bisnis e-commerce sudah sangat menarik untuk para pencari kerja, terutama kalangan anak muda.
Saingan bukan ancaman
Terkait makin banyaknya e-commerce yang bermunculan di tanah air, Magnus mengatakan kalau ia tidak menganggap hal itu sebagai sesuatu yang mengancam Lazada. “Lazada telah mempunyai teknologi yang baik dalam semua bidang, seperti logistik dan pergudangan,” ujar Magnus dengan yakin.
Hal lain yang dibanggakan Magnus adalah kontrol kualitas yang sangat ketat di Lazada. “Ini mungkin membuat para penjual di Lazada menjadi kesal. Namun kami tetap harus melakukannya, demi memastikan kepuasan para pelanggan kami,” jelas Magnus.
Menurutnya, industri e-commerce di Indonesia justru mempunyai sebuah tugas yang sama, yaitu menarik lebih banyak orang Indonesia untuk berbelanja secara online. “Dengan makin banyaknya e-commerce yang ada, semoga bisa meningkatkan transaksi jual-beli online di Indonesia yang saat ini masih sangat rendah,” ujar Magnus.
Masih mengandalkan pekerja asing, tapi…
Ketika disinggung tentang apakah Lazada menggunakan tim berbakat dalam negeri untuk mengembangkan teknologi mereka, Magnus tidak menampik kalau mereka masih mengembangkan teknologi di negara lain seperti Vietnam dan Rusia. Menurutnya, untuk negara yang masih dalam tahap awal perkembangan internet seperti Indonesia, sangat wajar kalau solusi teknologi masih menggunakan pekerja asing. Ia berujar:
Fokus kami adalah untuk menyelesaikan masalah yang ada. Dan memanggil developer asing untuk melatih para developer lokal, merupakan solusi yang baik.
Walau begitu, Magnus menegaskan kalau developer Indonesia akan mampu bersaing dengan developer asing dalam beberapa tahun ke depan. Untuk mencapai titik tersebut, developer Indonesia butuh dukungan dari banyak pihak, terutama dari perguruan tinggi yang harus meningkatkan kualitas pendidikan komputer mereka.
“Jalan tol” ke masa depan
Magnus menjelaskan kalau jual beli lewat e-commerce akan menjadi kebiasaan manusia di masa depan. Menurutnya, sebuah perusahaan tidak akan bisa bersaing apabila terus mengikuti cara-cara lama dalam menjual sesuatu. Magnus pun memberikan contoh beberapa startup tanah air yang berhasil melakukan hal-hal yang berbeda dalam membangun bisnis, seperti GO-JEK.
Menutup pembicaraan, Magnus berujar bahwa setiap masyarakat Indonesia harus sepakat kalau internet bisa digunakan sebagai “jalan tol menuju masa depan”. “Indonesia beruntung mempunyai presiden yang paham kalau Internet adalah masa depan dari negara ini. Tidak banyak pemimpin dunia yang menekankan hal itu dengan datang ke Silicon Valley,” tandasnya.
(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)
The post CEO Lazada Indonesia Berbagi Tip Membangun Budaya Kerja, dan Perkembangan E-Commerce di Indonesia appeared first on Tech in Asia Indonesia.
sumber:
0 komentar:
Posting Komentar