Blogger templates

Sabtu, 30 April 2016

Apa yang Dilihat Jurnalis Saat Membuat Review Game, Rahasia dari Dapur Tech in Asia Indonesia

Review merupakan salah satu sarana efektif agar sebuah game dikenal secara luas. Menurut data yang diterbitkan oleh Statista, sebuah perusahaan analisis statistik di Amerika Serikat, review merupakan saluran keempat paling populer (setelah kabar dari mulut ke mulut, iklan, dan media sosial) bagi gamer di Amerika Serikat dalam menemukan game baru untuk PC dan console.


Tidak sembarang game dapat diulas oleh media. Agar developer dapat menarik minat media, mereka perlu melakukan pendekatan khusus dan memasarkan keunikan dari karya masing-masing agar terlihat menonjol dibandingkan dengan yang lainnya.


Dalam sebuah event bertajuk Bringing Your Game to the Global Scene yang diselenggarakan oleh Tech in Asia dan EV Hive baru-baru ini, Mohammad Fahmi selaku Editor-in-Chief bagian Games untuk Tech in Asia Indonesia memberikan bocoran mengenai apa yang biasanya dicermati oleh media saat menulis review tentang game.


Judul Email yang Singkat, Jelas, dan Unik


TIA x EV Hive Fahmi Session | Photo 1


Email merupakan alat komunikasi pilihan yang sering dimanfaatkan developer untuk menyampaikan informasi kepada media. Sayangnya, pesan yang dikirim melalui email sering kali tenggelam di antara sekian banyak surat lainnya yang juga diterima oleh redaksi media.


“Sebagai media, kami menerima banyak sekali email dari berbagai pihak. Tentunya kami tidak mungkin mengecek semua pesan yang masuk secara seksama. Oleh karena itu, judul yang ditulis dalam suatu email memiliki peranan penting untuk menggugah rasa penasaran kami,” ungkap Fahmi.


Judul yang ditulis dalam suatu email memiliki peranan penting untuk menggugah rasa penasaran kami



Fahmi memberikan gambaran tentang judul seperti apa yang berpotensi untuk dilirik oleh media. “Usahakan untuk menulis judul sesingkat, sejelas, dan seunik mungkin. Jangan terlalu bertele-tele, dan ungkapkan ciri khas yang menjual dari karyamu sejelas mungkin.”


“Salah satu karya saya dulu, Devtheism, pernah diliput oleh media internasional Polygon. Dalam judul email yang saya kirimkan kepada mereka, saya sengaja menuliskan dengan jelas poin unik dari Devtheism yang tidak dimiliki oleh kebanyakan game lain, yaitu tema toleransi umat beragama.”


Screenshot, Fitur, dan Deskripsi dalam Press Kit


TIA x EV Hive Fahmi Session | Photo 2


Selain menuliskan judul yang menggugah minat media, para developer yang hendak menginformasikan karya mereka juga hendaknya melampirkan press kit untuk memudahkan media menulis tentang game. Press kit yang dicantumkan bisa bermacam-macam, tapi umumnya berupa deskripsi singkat game, sekumpulan screenshot, daftar fitur yang ada, atau video trailer.


Keberadaan press kit sangat penting bagi media. Tanpa latar dan informasi menyeluruh, media akan kesulitan untuk menulis atau bahkan mengulas game tersebut. Beberapa developer bahkan memoles tampilan screenshot secara khusus agar tampak semenarik mungkin, walaupun terkadang menjadi kurang mencerminkan grafis aslinya.


Media sebenarnya bisa mencari sendiri informasi yang dibutuhkan. Namun, dengan berinisiatif menyediakan kumpulan screenshot serta beragam informasi, kamu secara tidak langsung dapat “mengontrol” artikel yang akan ditulis media untuk menampilkan gambar maupun keterangan yang ingin kamu sebar luaskan.



Empat Aspek yang Dicermati Saat Menulis Review


TIA x EV Hive Fahmi Session | Photo 4


Saat menuliskan review, media akan mencoba menuangkan semua hal yang ditawarkan oleh sebuah game secara keseluruhan dari sudut pandang seorang gamer. Pandangan menyeluruh itu dicapai lewat mempertimbangkan empat aspek yang ada dalam game, yaitu:


Gameplay


Setiap video game menawarkan sebuah hiburan sekaligus tantangan bagi para pemainnya dalam wujud gameplay. Menurut Fahmi, media secara umum akan mencermati lima elemen dalam menilai gameplay:


Dota 2 Gameplay | Screenshot


  • Kesenangan – Apakah gameplay yang ada di game menyenangkan, atau malah membuat frustrasi? Gameplay yang didesain dengan baik akan membuat pemainnya tidak merasa keberatan untuk mendalami game lebih jauh lagi.

  • Kompleksitas – Gameplay yang kompleks tidak selalu lebih baik dibandingkan dengan yang simpel. Layaknya pada catur, kompleksitas dalam suatu game hendaknya tetap mudah dipahami para pemainnya, namun sulit untuk dikuasai guna memberikan tantangan tersendiri.

  • Keterangan – Penyajian tutorial yang bertele-tele dan membuat mengantuk, seperti di Xenoblade Chronicles X, tentunya menjadi nilai minus dibandingkan Clash Royale yang menjelaskan gameplay secara bertahap sambil mengajak pemainnya terjun langsung ke permainan.

  • Inovasi/orisinalitas – Aspek inovasi mungkin sulit untuk diukur karena sebuah game saat ini sering terinspirasi dari game lainnya. Namun bila developer mampu menghadirkan hal yang terasa baru, tentunya akan menjadi poin plus.

  • Kesesuaian dengan tema – Kesesuaian ini diperoleh bila desain gameplay mampu menyampaikan tema game secara keseluruhan dengan baik, seperti membuat karakter rentan mati dalam sebuah game survival, atau menghadirkan fitur membuat beragam makhluk dalam game monster breeding.

Tergantung tema maupun desain suatu game, elemen gameplay bisa jadi penting atau tidak terlalu penting. “Gameplay dalam Dota 2 merupakan elemen yang penting, karena dari aspek itulah kesenangan dan keseruan bermain Dota 2 berasal. Berbeda halnya ketika memainkan game buatan Telltale yang hampir tidak memiliki gameplay. Hal itu tidak masalah karena pesona dari game adventure yang dibuatnya berasal dari narasi berkualitas, ” ujar Fahmi.


Presentasi



Aspek presentasi yang dimaksud elemen yang dapat dinikmati oleh indera penglihatan maupun pendengaran saat bermain game. kedua elemen tersebut tersampaikan lewat media audio visual yang dihadirkan oleh developer.


Suatu game tidak perlu memiliki visual berkualitas HD yang detail agar dinilai bagus. Gaya visual yang lebih sederhana pun, seperti pada A Space for the Unbound maupun Project Angler, bisa tetap memikat apabila dipoles dengan artistik, berjalan dengan mulus, serta tidak dijejali beragam tampilan menu maupun informasi yang tidak perlu.


Berbicara mengenai audio, Fahmi menyebutkan tiga hal yang diterima indera pendengaran saat menikmati game, yaitu efek suara, musik latar, serta atmosfer yang dibangun dari semua itu. “A Space for the Unbound juga memiliki nilai plus dalam urusan audio. Atmosfer yang terbangun lewat musik latar yang merdu, deru mobil lalu-lalang, hingga suara bemo yang khas, terdengar begitu meyakinkan.”


Experience


Ultra Space Battle Brawl Splash Screen | Screenshot


Dari keempat aspek yang dicermati, experience merupakan aspek yang paling diperhatikan dalam sebuah game. Aspek inilah yang menentukan seberapa dalam pemain dapat terisap oleh game.


Experience yang disampaikan oleh suatu game memiliki beragam bentuk, seperti kegembiraan, empati, kengerian, atau bahkan kesedihan. Penyajiannya dapat ditempuh melalui narasi yang terurai dengan baik, mekanisme game yang optimal berkat performa grafis mulus serta skema kontrol yang nyaman, hingga detail game yang tampil terpoles.


Daripada menyajikan game dengan gameplay kompleks namun terasa kasar, lebih baik menghadirkan game simpel tapi tampil terpoles. Seperti di Ultra Space Battle Brawl buatan Mojiken Studio yang  pada intinya merupakan game klasik Pong, namun dikemas dengan grafis piksel menawan serta efek visual keren.



Value


TIA x EV Hive Fahmi Session | Photo 5


Yang tidak kalah penting dari ketiga aspek di atas adalah value game itu sendiri. “Tidak ada game yang benar-benar gratis. Walaupun ada game yang dapat diunduh dan dimainkan dengan cuma-cuma, namun setiap pemain setidaknya harus mengalokasikan waktu yang mereka punya agar bisa bermain game. Kami juga melihat apakah pengalaman yang diberikan oleh game tersebut sepadan dengan waktu maupun uang yang diperlukan untuk memainkannya,” jelas Fahmi.


Selain dari aspek waktu dan uang, value juga bisa dinilai dari ukuran file game itu sendiri. Apabila suatu game memiliki gameplay yang cukup simpel seperti Flappy Bird namun berukuran hingga ratusan MB, tentunya hal itu akan mengurangi value dari game tersebut.


Jurnalis Juga Manusia


TIA x EV Hive Fahmi Session | Photo 3


Bila game yang diinformasikan ke media akhirnya dimuat, bukan berarti tugas developer menyebarkan informasi telah selesai. Developer dapat mengirimkan email follow-up kepada media. Bentuknya bisa bermacam-macam, seperti memberikan kabar bila terdapat update untuk game yang telah diulas, atau bahkan permintaan klarifikasi bila tulisan yang dimuat keliru.


“Para penulis dan editor di media juga manusia. Tidak menutup kemungkinan bahwa kami juga bisa melakukan kesalahan saat memuat berita. Bila hal itu terjadi, kamu hendaknya memberikan klarifikasi ke media dengan menunjukkan kesalahan informasi serta fakta yang sebenarnya.”


“Namun sebaliknya, bila media menuliskan kritik terhadap game yang kamu buat, hendaknya kritik tersebut diterima dengan pikiran terbuka. Jadikan komentar yang diberikan sebagai poin pembelajaran untuk memoles game lebih baik lagi,” tutup Fahmi.


The post Apa yang Dilihat Jurnalis Saat Membuat Review Game, Rahasia dari Dapur Tech in Asia Indonesia appeared first on Tech in Asia Indonesia.





sumber:

0 komentar:

Posting Komentar