Mengaku sebagai generasi milenial? Jika iya, kamu mungkin merasa euforia tersendiri seandainya mengenang kembali berbagai macam hal yang dulu sangat populer di masa kecilmu. Entah itu mulai dari peristiwa di masa-masa sekolah, acara TV, merek jajanan, bahkan judul game klasik sekalipun.
Tak hanya game di console, nostalgia seputar game klasik pun berlaku juga di platform arcade atau yang dulu biasa kita kenal dengan sebutan mesin dingdong. Platform game yang sukses menyedot banyak uang jajan anak sekolah ini boleh jadi merupakan platform bermain game yang begitu efektif berkat dukungan grafis yang lebih oke serta tingkat kesulitan bermain yang sangat tinggi. Tak heran jika siapa pun tergoda untuk kembali memasukkan koin mereka lagi sesaat setelah slogan “please insert coin” berbunyi.
Meskipun era kejayaannya sudah tergeser dengan keberadaan rental PlayStation, namun dingdong tetap menyimpan berbagai kenangan indah, khususnya bagi beberapa judul game yang dulunya pernah begitu populer. Oke, tanpa perlu panjang lebar lagi, berikut adalah pilihan game arcade alias dingdong terbaik dari tahun 90-an versi Tech in Asia Indonesia. Selamat bernostalgia.
Street Fighter 2
Tanpa kehadiran Street Fighter 2 mungkin genre game fighting tidak akan sebesar seperti yang kamu lihat sekarang ini. Sebagai game arcade yang begitu populer di masanya, Street Fighter 2 bisa dibilang merupakan pelopor yang menginspirasi kelahiran bermacam judul game tarung modern, di mana para pemain disuguhi variasi karakter petarung, kedalaman taktik bermain, dan bonus stage yang menantang.
Iterasi kedua dari Street Fighter ini sukses mengorbitkan sosok Ryu yang begitu populer berkat ciri khas kostum karate putih (dan pengikat kepala) yang ia kenakan. Tak sedikit pula teman sepermainan saya yang meniru penampilan Ryu dengan mengikatkan kain putih di kepala dan bergaya seolah-olah melepaskan jurus Hadoken dari tangan mereka.
Dikarenakan saat itu persebaran internet dan media informasi game belum sebanyak seperti sekarang, akhirnya banyak anak muda yang salah kaprah menyebut serangan Hadoken milik Ryu dengan nama hambuget (atau abuget). Ironisnya nama itu justru berkembang luas hingga akhirnya menginspirasi nama media komunitas game paling “radikal” di Indonesia bernama Abuget.
Raiden
Bila kamu hidup di era yang sama dengan saya atau mungkin lebih tua, maka ada kemungkinan kamu pernah mengenal game berjudul Raiden. Sama seperti Street Fighter 2 yang memiliki peran penting di genre game fighting, game shoot’em up buatan Seibu Kaihatsu ini bisa dibilang sukses memopulerkan game vertical scrolling shooter yang sebelumnya telah dikenalkan Namco (sebelum dikenal Bandai Namco) lewat Xevious.
Popularitas Raiden sendiri cukup besar bahkan hingga merambah console rumahan seperti SNES, SEGA Genesis, bahkan hingga PC. Saya ingat bagaimana dulu saudara saya memiliki disket berukuran 5 1/4 inci yang mereka gunakan untuk memainkan Raiden lewat perintah command DOS.
Kabar baiknya lagi, kamu yang ingin bernostalgia memainkan Raiden kini bisa menikmati keempat iterasinya sekaligus dalam satu game mobile berjudul Raiden Legacy. Meskipun tidak dilengkapi sensasi bermain di layar tabung CRT yang tambun seperti dulu lagi, setidaknya lewat Raiden Legacy kita bisa bermain game ini kapan pun dan di mana pun berada.
Final Fight
Guy, Cody, dan Haggar, tiga nama jagoan ini pastinya familier di telingamu jika pernah bermain game scrolling beat-’em up berjudul Final Fight. Game buatan Capcom ini awalnya dikerjakan sebagai sekuel Street Fighter sebelum akhirnya dirombak menjadi kandidat game action yang berhasil menyingkirkan Double Dragon dari persaingan arcade.
Kesuksesan Final Fight sendiri tak lepas dari inovasi permainan beat-’em up yang belum pernah ditemukan di game sejenis pada masanya. Beberapa inovasi seperti serangan spesial yang akan mengurangi sedikit porsi nyawamu, power-up senjata , dan health item merupakan sekian inovasi penting yang menjadikan game ini begitu menarik dibandingkan Double Dragon.
Saya sendiri masih ingat saat jagoan saya mengembalikan nyawanya yang hilang dengan mengonsumsi sepotong ayam goreng yang terjatuh dari keranjang sampah. Seandainya metode ini dipraktikkan di dunia nyata, jelas yang terjadi malah justru kebalikannya. Jangan ditiru kawan.
Cadillacs and Dinosaurs
Selain dikenal lewat Street Fighter 2, Capcom dulunya juga dikenal getol merilis berbagai judul game action scrolling beat-’em up seperti Captain Commando, Alien vs. Predator, Dungeons & Dragons: Shadow over Mystara, dan banyak lagi lainnya. Namun dari sekian judul game telah saya sebutkan tadi, tidak ada yang bisa mengalahkan keunikan tema Cadillacs and Dinosaurs.
Game action yang diadaptasikan dari sebuah komik berjudul serupa ini memiliki keunikan dari segi inovasi gameplay yang begitu berbeda, mulai dari implementasi kendaraan roda empat dalam sebuah level (ya kamu bisa menyetir mobil di game ini), keberadaan senjata api seperti senapan uzi, shotgun, bazoka, dan lain-lain, serta dukungan multiplayer hingga tiga orang pemain dalam satu layar.
Selain beberapa kelebihan tadi, keberadaan dinosaurus dalam game ini juga menjadi salah satu keunikan tersendiri yang membuat Cadillacs and Dinosaurs begitu spesial di mata para pemainnya. Tak sekadar jadi hiasan sebuah level, keberadaan makhluk prasejarah ini juga menjadi “jebakan” ampuh untuk melukai siapa pun yang berani menganggu mereka, termasuk para pemain.
Mortal Kombat
Tahun 1992 menandai kemunculan salah satu serial game fighting paling kontroversial yang pernah ada dalam sejarah industri video game yaitu Mortal Kombat. Saya masih ingat bagaimana dulu game ini langsung mencuri perhatian saya berkat adegan fatality yang brutal serta karakter Raiden yang dulu dengan polosnya saya sebut sebagai pak tani.
Di masa kejayaan Mortal Kombat dulu, menyaksikan sebuah adegan fatality adalah sebuah penampilan spesial yang begitu istimewa di setiap pertarungan. Bahkan saking karena istimewanya, dulu saya bahkan sengaja kalah secara suka rela demi melihat serangan fatality yang dilakukan musuh.
Hal tadi cukup konyol bila dilakukan di era internet seperti sekarang ini, karena berbekal situs YouTube saja, kini kita sudah bisa melihat seluruh serangan fatality karakter mulai dari Mortal Kombat pertama hingga yang paling baru.
Time Crisis
Pada zaman kejayaan mesin arcade dulu, saya akui ada banyak sekali judul game on-rail shooter keren yang sebetulnya juga layak berada dalam daftar ini. Mulai dari Lethal Enforcers, Area 51, House of the Dead, hingga Virtua Cop dari Sega. Namun bila saya disuruh memilih mana yang paling terbaik, sudah jelas Time Crisis akan menjadi jawaban paling absolut karena game inilah yang paling seru dari segi gameplay.
Hal yang menjadikan Time Crisis begitu menarik adalah keberadaan mekanisme pedal yang digunakan pemain untuk berlindung dari serangan musuh. Meskipun sepertinya fiur ini bertentangan dengan tantangan time trial yang durasinya sama sekali tidak sedikit.
Hal tersebut memaksa pemain untuk menyeimbangkan momen yang tepat untuk menentukan kapan waktu menembak dan bersembunyi dari tembakan lawan. Jika terlalu lama bersembunyi, kamu akan kehabisan waktu dan aksi baku tembakmu pun buyar.
The King of Fighters
Jika sudah membicarakan platform arcade, saya pikir tidaklah lengkap rasanya jika kita belum menyertakan game buatan SNK seperti The Art of Fighting, Fatal Fury, Savage Reign, dan Samurai Shodown. Beberapa di antara sekian game tadi bisa dibilang merupakan ujung tombak SNK untuk menggeser popularitas Street Fighter 2 yang dulu begitu mengharumkan nama Capcom. Dan untuk daftar terbaik ini saya pikir The King of Fighters merupakan wakil yang paling tepat untuk mewakili deretan game fighting SNK yang jumlahnya tidak sedikit
Keberadaan karakter petarung yang jumlahnya sangat banyak merupakan salah satu nilai lebih yang membuat serial The King of Fighters begitu digandrungi banyak orang di zamannya. Selain itu, SNK juga menerapkan sistem tag team yang membuat pertarungan The King of Fighters begitu berbeda dibandingkan game sejenisnya.
Lewat kedalaman strategi yang ditawarkan fitur ini, para pemain tidak bisa dengan mudahnya mengandalkan satu karakter saja untuk mendominasi pertarungan. Karena begitu karaktermu mati, kamu akan menggunakan karakter cadangan berikutnya untuk mengalahkan lawan. Hal ini memberikan motivasi lebih bagi pemain untuk bereksplorasi menggunakan karakter lainnya dan menciptakan kombinasi tim paling unik supaya bisa terus menang dan berjaya hingga akhir permainan.
Warriors of Fate
Saya tak memungkiri jika Dynasty Warriors bukanlah game pertama saya yang mengusung cerita perang tiga kerajaan Cina atau biasa kita kenal dengan judul Romance of Three of Kingdoms. Capcom lah yang mengajarkan saya lewat game action beat-’em up mereka yang berjudul Warriors of Fate alias Samkok Arcade.
Sama halnya seperti Final Fight (dan juga Cadillacs and Dinosaurs), game ini mengajakmu untuk bertarung habis-habisan menghadapi pasukan kerajaan Wei yang jahat. Sebagai Zhang Fei, Guan Yu, Zhao Yun, Huang Zhong, dan Wei Yan, kamu akan bertarung melewati level demi level yang semakin sulit sambil mengendarai kavaleri kuda untuk menginjak siapa saja yang berani menghalangimu.
Mungkin saja game ini adalah embrio dari permainan beat-em’up ala Dynasty Warriors yang telah menghasilkan banyak sekali sekuel dan spin-off dengan gameplay serupa.
Rampage: World Tour
Game “Godzilla“, begitulah julukan yang saya berikan kepada game ini ketika pertama kali menjumpai Rampage: World Tour di tahun 1997 silam. Julukan yang saya berikan tadi tidaklah sepenuhnya salah memang, karena di sini tujuanmu adalah menghancurkan seluruh isi kota bak monster kaiju seperti King-Kong, Godzilla, dan lainnya.
Rampage sendiri merupakan sebuah game action yang unik karena tidak ada game lain yang hingga saat ini mengikuti formula permainan yang sama (War of the Monster tidak dihitung kawan, karena itu game yang berbeda). Dengan pilihan tiga karakter seperti George, Ralph, dan Lizzie yang menjadi ciri khas serial game ini, Rampage kemudian berkembang menjadi serial game klasik yang dimeriahkan berbagai jenis monster baru, plus mini game aneh lewat iterasi ketiganya, Rampage Through Time.
Bad Dudes vs. Dragon Ninja
Bad Dudes vs. Dragon Ninja adalah salah satu dari sekian banyak game action yang diterbitkan oleh Data East, developer sekaligus penerbit game asal Jepang yang dulu dikenal lewat game seperti Crude Busters, Bloody Wolf, dan serial game platformer Joe & Mac serta Congo’s Caper.
Meskipun namanya tidak sebesar Capcom, Sega, Tecmo, Namco, dan juga Konami, namun Data East juga memiliki andil yang cukup besar berkat game mereka yang unik dan juga penuh klise seperti Bad Dudes vs. Dragon Ninja.
Dalam game ini kamu akan bermain sebagai salah satu dari duo orang macho yang ditugaskan untuk membebaskan presiden Ronnie dari jerat organisasi kriminal bernama “Dragon Ninja”. Sesuai judulnya, di sini kamu akan menghadapi kawanan ninja yang tak segan-segan untuk mengeroyok kamu di siang bolong. Bila ingatanmu soal game ini begitu jelas sebening kristal, maka bisa saya pastikan kamu adalah pembaca dengan usia yang jauh lebih tua dibandingkan saya.
Itulah tadi sepuluh game arcade alias dingdong terbaik dari tahun 90-an yang kami himpun ke dalam daftar ini. Bila kamu ingin menambahkan judul game yang menurutmu jauh lebih baik dari versi saya, kamu bisa sampaikan lewat kolom komentar yang telah disediakan di bawah.
The post 10 Game Dingdong (Arcade) Terbaik dari Tahun 90-an Versi Tech in Asia Indonesia appeared first on Tech in Asia Indonesia.
sumber:
0 komentar:
Posting Komentar