Pada tanggal 5 April 2016 yang lalu, Aerotrans, anak perusahaan dari Garuda Indonesia, resmi mengumumkan niat mereka untuk membuat sebuah layanan transportasi berbasis aplikasi mobile. Untuk mewujudkan hal itu, Aerotrans pun menggandeng Indosat Ooredoo untuk membantu mereka dalam mengembangkan aplikasi tersebut.
Belum lama ini, Tech in Asia Indonesia menemui Bayu Indarta, Head of Revenue Generator di Aerotrans, yang terlibat langsung dalam pengembangan aplikasi ini. Beliau menceritakan kepada kami apa alasan di balik pembuatan aplikasi tersebut, dan bagaimana strategi mereka dalam menghadapi layanan-layanan serupa, seperti UBER, GrabCar, dan GO-CAR.
Sebuah tantangan untuk mengembangkan bisnis
Mengawali perbincangan, Bayu menceritakan kalau awalnya Aerotrans didirikan untuk mendukung operasional dari perusahaan induk mereka, yaitu Garuda Indonesia. Mereka pun menyediakan berbagai kendaraan seperti bus dan mobil untuk mengantarkan para pilot dan kru kabin dari dan ke bandara. Setelah itu, Aerotrans juga berkembang menjadi layanan antar jemput penumpang pesawat.
“Namun sejak setahun yang lalu, kami mulai dituntut untuk mencari keuntungan di bisnis lain,” tutur Bayu. Karena itu, Aerotrans pun mulai menyediakan layanan bus wisata. Namun bisnis tersebut dirasa kurang menguntungkan bagi mereka. Dengan investasi sekitar Rp2 miliar untuk setiap bus, pendapatan yang dihasilkan dari setiap penyewaan bus pun sangat kecil.
Aerotrans kemudian melihat fenomena transportasi berbasis aplikasi yang sebenarnya merupakan bentuk lain dari penyewaan mobil. Merasa bisnis tersebut bisa menjadi sumber keuntungan bagi mereka, Aerotrans akhirnya memutuskan untuk terjun membuat sebuah aplikasi mobile khusus.
Fokus memberikan layanan dari dan ke bandara
Menurut Bayu, aplikasi Aerotrans tersebut nantinya tidak akan jauh berbeda dengan aplikasi pemesanan mobil yang sudah ada, seperti UBER, GrabCar, dan GO-CAR. Namun Bayu menegaskan kalau mereka akan lebih fokus dalam mengantarkan penumpang pesawat dari dan ke bandara.
Kami sadar kalau mereka telah menguasai pasar yang sangat besar. Karena itu, walau aplikasi ini nantinya bisa digunakan oleh siapa saja, tetapi kami ingin lebih fokus kepada para penumpang pesawat yang menjadi kekuatan utama kami.
Bayu mengatakan kalau dengan menyasar para penumpang pesawat saja, mereka sudah bisa mendapat keuntungan yang besar. “Saat ini saja, Garuda Indonesia dan Citilink mempunyai 40 juta penumpang setiap tahunnya,” tutur Bayu.
Menurutnya, saat ini ada tiga jenis transportasi yang digunakan untuk menuju bandara. Taksi merupakan moda utama dengan persentase 38 persen, disusul kendaraan pribadi (termasuk UBER, GrabCar, dan GO-CAR) sebanyak 34 persen, dan kendaraan umum seperti bus Damri yang menyumbang 21 persen. Dengan transportasi berbasis aplikasi yang sedang mereka kembangkan, Aerotrans ingin menjadi yang terdepan dalam bisnis ini.
“Yang harus diingat, kami tidak ingin menggerus pasar taksi. Kami justru ingin mengurangi penggunaan kendaraan pribadi menuju bandara,” ujar Bayu.
Jalan-jalan dengan mobil antik
Aerotrans sepertinya tidak akan mengikuti layanan transportasi berbasis aplikasi lainnya yang cenderung melakukan “perang harga.” Menurut Bayu, penetapan tarif layanan Aerotrans nantinya akan mengikuti skema UBER, yaitu dengan memperhitungkan jarak dan waktu tempuh. “Saat ini untuk menyewa sebuah mobil Avanza selama satu jam membutuhkan biaya sekitar Rp96.000. Maka tarif kami nantinya juga akan mengacu kepada harga tersebut,” jelas Bayu.
Bayu mengatakan kalau Aerotrans akan berusaha bersaing dengan menyajikan pilihan transportasi terlengkap. Selain menghadirkan mobil yang berkategori biasa maupun yang mewah, Aerotrans juga akan menyiapkan shuttle bagi pengguna yang ingin transportasi dengan tarif lebih murah.
“Di Yogyakarta, kami bahkan telah bekerja sama dengan Citilink untuk menghadirkan transportasi berupa mobil antik sebanyak 100 unit. Pengguna bisa menikmati layanan tersebut dengan biaya yang relatif sama, dan nantinya bisa melakukan pemesanan lewat sebuah aplikasi yang sama,” tutur Bayu.
Aerotrans juga punya keunggulan lain karena mereka telah beroperasi di banyak kota, seperti Denpasar, Surabaya, Medan, Solo, Yogyakarta, dan Semarang. “Kami juga akan hadir di kota-kota yang berada di pulau Sulawesi dan Kalimantan. Dan layanan berbasis aplikasi ini juga akan kami bawa ke kota-kota tersebut,” ujar Bayu.
Kerja sama dengan Indosat Ooredoo
Terkait kerja sama yang telah dijalin Aerotrans dengan Indosat Ooredoo, Bayu menyebut hal tersebut sebagai simbiosis yang saling menguntungkan. Dengan membantu Aerotrans dalam pengembangan aplikasi, Indosat Ooredoo bisa memasukkan layanan yang mereka miliki seperti Dompetku, untuk digunakan sebagai sistem pembayaran.
“Indosat juga akan menyediakan alat untuk memantau posisi mobil, dan sebaliknya kami akan menggunakan cloud server mereka sebagai ‘rumah’ bagi aplikasi kami,” ujar Bayu.
Baca juga: Babak Akhir Perseteruan Angkutan Umum Melawan Grab dan UBER
Akan terhubung dengan pembelian tiket
Bayu menceritakan kalau Aerotrans memiliki sebuah mimpi besar untuk menghubungkan aplikasi ini dengan proses pembelian tiket pesawat. “Bayangkan ketika kamu memesan tiket di Traveloka atau Tiket, dan langsung muncul pilihan apakah kamu ingin dijemput dengan mobil, taksi, atau dengan shuttle yang semuanya disediakan oleh Aerotrans,” ujar Bayu.
Ketika kami menanyakan tentang bagaimana tarif dan sistem pembayaran yang akan digunakan dalam skema tersebut, Bayu mengatakan kalau untuk saat ini ia belum bisa menjelaskannya.
Walaupun merupakan anak perusahaan dari Garuda Indonesia, namun Bayu juga mengatakan kalau Aerotrans tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan maskapai lain. “Apabila AirAsia, misalnya, ingin menggunakan layanan kami untuk menjemput penumpang mereka, bisa saja,” pungkas Bayu.
(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)
The post “Mengintip” Strategi Garuda Indonesia untuk Masuk ke Bisnis Transportasi On-Demand appeared first on Tech in Asia Indonesia.
sumber:
0 komentar:
Posting Komentar