Di negara berkembang seperti Indonesia, sangat sedikit sekali orang yang mempunyai kartu kredit. Hal ini merupakan sebuah kesulitan tersendiri bagi para pelaku e-commerce. Mereka kini hanya bisa mengandalkan cara pembayaran yang prosesnya lebih rumit untuk platform mereka, seperti transfer ATM.
Fenomena tersebut akhirnya memunculkan metode pembayaran baru, yaitu Cash on Delivery (COD). Dengan COD, kamu bisa memesan suatu barang secara online, lalu membayarnya dengan uang tunai saat barang tersebut sampai di rumah kamu.
Ternyata banyak sekali masyarakat Indonesia yang menyukai sistem pembayaran ini. Hadi Kuncoro, CEO aCommerce Indonesia, mengatakan dalam sebuah diskusi panel di Indonesia E-Commerce Summit & Expo (IESE) 2016 kalau penggunaan COD di Indonesia saat ini telah mencapai angka 30 sampai 40 persen dari total transaksi e-commerce.
Hal ini menjadikan COD sebagai “senjata” baru yang bisa digunakan oleh para pemilik situs e-commerce, guna mengajak lebih banyak masyarakat Indonesia untuk berbelanja online. Namun di sisi lain, ternyata COD merupakan sistem yang cukup merepotkan, dan punya risiko yang lebih besar dibanding sistem pembayaran lainnya.
Potensi pembatalan transaksi yang tinggi
Madeleine Ong De Guzman, Vice President Marketing dari elevenia, merupakan salah satu pelaku e-commerce yang kurang menyukai sistem pembayaran COD. Dalam gelaran IESE 2016, wanita yang akrab disapa Mads tersebut mengatakan kalau sampai sekarang elevenia belum akan menyediakan layanan COD di situs mereka.
Mads menjelaskan, dalam metode COD pembeli seringkali berubah pikiran ketika barang yang mereka pesan telah sampai ke rumah mereka, dan akhirnya membatalkan transaksi. “Terkadang para pembeli mengatakan kalau mereka tidak pernah memesan barang tersebut.
Di waktu yang lain mereka akhirnya tetap mencoba barang yang dikirimkan, namun karena tidak cocok akhirnya mereka menolaknya,” ujar Mads.
Pembatalan sebuah transaksi COD pun bisa menimbulkan masalah lain. Sang kurir akan bingung ke mana mereka harus mengembalikan barang. Apakah kepada penjual, ke layanan e-commerce, atau ke kantor jasa logistik tempatnya bernaung?
“Apabila transaksi tersebut berhasil pun, para kurir banyak yang merasa khawatir ketika membawa uang dalam jumlah yang banyak. Karena kalau uang itu hilang, mereka akan dipaksa bertanggung jawab,” tutur Mads.
Perusahaan logistik cenderung “enggan”
Kerumitan dalam transaksi COD ini diamini oleh Yan Hendry Jauwena, CEO Interim dari PT. Pos Indonesia. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki lebih dari 4.300 kantor cabang di seluruh Indonesia tersebut memang membuka layanan COD, namun Yan mengatakan kalau pihaknya cenderung menghindari pilihan pembayaran tersebut.
Hal yang sama pun diungkapkan oleh Trian Yuserma, Deputi GM Express II di JNE Express. “Kami memang menyediakan layanan COD, tetapi kalau bisa lebih baik pelaku e-commerce tidak memakai layanan tersebut,” jelas Trian.
Trian berharap para pembeli di situs e-commerce sebaiknya hanya menggunakan layanan COD apabila alamat mereka berada di wilayah perkotaan. Menurutnya, saat ini JNE masih kesulitan apabila harus menerapkan layanan COD ke pelosok pedesaan.
Lalu bagaimana solusinya?
Sebagai pimpinan dari sebuah perusahaan logistik, Hadi Kuncoro pun mengakui kalau memang ada beberapa kerumitan dalam proses COD. Namun menurutnya COD tetap sangat dibutuhkan, dan begitu banyak situs e-commerce yang menginginkan layanan tersebut.
Baca juga: aCommerce Awali Ekspansi di Indonesia dengan Bangun Hub di Bandung dan Surabaya
Untuk mengatasi masalah-masalah dalam proses COD, menurutnya ada tiga hal yang bisa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan logistik. “Pertama, dengan meningkatkan kontrol terhadap kurir yang menjadi pelaksana. Kedua, dengan memperkuat teknologi pelacakan, baik dalam hal pergerakan kurir maupun penyelesaian pembayaran. Dan yang terakhir, bekerja sama dengan berbagai pihak,” tutur Hadi.
Hadi mencontohkan kalau bisa saja di kemudian hari aCommerce bekerja sama dengan pihak PT. Pos Indonesia, misalnya. Agar setiap kali para kurir menerima uang, mereka bisa menyetorkan langsung di cabang PT. Pos terdekat.
(Diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah)
The post Pro Kontra Sistem Pembayaran Cash on Delivery Sebagai Metode Transaksi E-commerce appeared first on Tech in Asia Indonesia.
sumber:
0 komentar:
Posting Komentar